I. ISI
1.1 Pengertian Fertilitas
Fertilitas menunjukan jumlah anak lahir hidup dan lebih
mudah dihitung untuk wanita, sebab merekalah yang melahirkan anak. Satu cara
mengukur fertilitas adalah mengambil rata-rata anak lahir hidup dari wanita
golongan usia tertentu. Fertilitas atau yang sering dikenal dengan kelahiran
dapat diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau
kelompok wanita. Fertilitas merupakan taraf kelahiran penduduk yang
sesungguhnya berdasarkan jumlah kelahiran yang terjadi. Pengertian ini digunakan
untuk menunjukkan pertambahan jumlah penduduk. Fertilitas disebut juga dengan
natalitas.
Natalitas mempunyai arti yang sama dengan fertilitas
hanya berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada
perubahan penduduk sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran pada penduduk
dari reproduksi manusia.
Kemampuan fisiologis wanita untuk memberikan kelahiran
atau berpartisipasi dalam reproduksi dikenal dengan istilah fekunditas. Tidak
adanya kemampuan ini disebut infekunditas, sterilitas atau infertilitas
fisiologis. Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai proporsi dari
wanita yang tergolong subur dan tidak subur belum tersedia. Ada petunjuk bahwa
di beberapa masyarakat yang dapat dikatakan semua wanita kawin dan ada tekanan
sosial yang kuat terhadap wanita atau pasangan untuk mempunyai anak, hanya
sekiat satu atau dua persen saja dari mereka yang telah menjalani perkawinan
beberapa tahun tetapi tidak mempunyai anak. Seorang wanita dikatakan subur jika
wanita tersebut pernah melahirkan paling sedikit seorang bayi.
Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan
pengukuran mortalitas, karena seorang perempuan hanya meninggal satu kali,
tetapi ia dapat melahirkan lebih dari seorang bayi. Disamping itu seseorang
yang meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang
tersebut tidak mempunyai resiko kematian lagi. Sebaliknya seorang perempuan
yang telah melahirkan seorang anak tidak berarti resiko melahirkan dari
perempuan tersebut menurun.
1.2 Variabel Antara dan Norma Sosial
Menurut Freedman variabel antara yang mempengaruhi
langsung terhadap fertilitas pada dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma
yang berlaku di suatu masyarakat. Pada akhirnya perilaku fertilitas seseorang
dipengaruhi norma-norma yang ada yaitu norma tentang besarnya keluarga dan
norma tentang variabel antara itu sendiri. Selanjutnya norma-norma tentang
besarnya keluarga dan variabel antara di pengaruhi oleh tingkat mortalitas dan
struktur sosial ekonomi yang ada di masyarakat.
Menurut Freedman intermediate variables yang
dikemukakan Davis-Blake menjadi variabel antara yang menghubungkan antara
“norma-norma fertilitas” yang sudah mapan diterima masyarakat dengan jumlah
anak yang dimiliki (outcome). Ia mengemukakan bahwa “norma fertilitas”
yang sudah mapan diterima oleh masyarakat dapat sesuai dengan fertilitas yang
dinginkan seseorang. Selain itu, norma sosial dianggap sebagai faktor yang
dominan. Secara umum Freedman mengatakan bahwa:
“Salah satu prinsip dasar sosiologi adalah bahwa bila
para anggota suatu masyarakat menghadapi suatu masalah umum yang timbul
berkali-kali dan membawa konsekuensi sosial yang penting, mereka cenderung
menciptakan suatu cara penyelesaian normatif terhadap masalah tersebut. Cara
penyelesaian ini merupakan serangkaian aturan tentang bertingkah laku dalam
suatu situasi tertentu, menjadi sebagian dari kebudayaannya dan masyarakat
mengindoktrinasikan kepada para anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan norma
tersebut baik melalui ganjaran (rewards) maupun hukuman (penalty) yang implisit
dan eksplisit. ... Karena jumlah anak yang akan dimiliki oleh sepasang suami
isteri itu merupakan masalah yang sangat universal dan penting bagi setiap
masyarakat, maka akan terdapat suatu penyimpangan sosiologis apabila tidak
diciptakan budaya penyelesaian yang normatif untuk mengatasi masalah ini”
Jadi norma merupakan “resep” untuk membimbing
serangkaian tingkah laku tertentu pada berbagai situasi yang sama. Norma
merupakan unsur kunci dalam teori sosiologi tentang fertilitas. Dalam
artikelnya yang berjudul “Theories of fertility decline: a reappraisal”
(1979).
Freedman juga mengemukakan bahwa tingkat fertilitas
yang cenderung terus menurun di beberapa negara pada dasarnya bukan semata-mata
akibat variabel-variabel pembangunan makro seperti urbanisasi dan
industrialisasi sebagaimana dikemukakan oleh model transisi demografi klasik
tetapi berubahnya motivasi fertilitas akibat bertambahnya penduduk yang melek
huruf serta berkembangnya jaringan-jaringan komunikasi dan transportasi.
Menurut Freedman, tingginya tingkat modernisasi tipe
Barat bukan merupakan syarat yang penting terjadinya penurunan fertilitas.
Pernyataan yang paling ekstrim dari suatu teori sosiologi tentang fertilitas
sudah dikemukakan oleh Judith Blake. Ia berpendapat bahwa “masalah ekonomi
adalah masalah sekunder bukan masalah normatif”; jika kaum miskin mempunyai
anak lebih banyak daripada kaum kaya, hal ini disebabkan karena kaum miskin
lebih kuat dipengaruhi oleh norma-norma pro-natalis daripada kaum kaya.
1.3
Pengukuran Fertilitas Tahunan
Baik pengukuran fertilitasmaupun
mortalitas tahunan hasilnya berlaku untuk periode waktu tertentu, sebagai
contoh: perhitungan tingkat kelahiran kasar (CBR) di Indonesia tahun 1975
sebesar 42,9 kelahiran per 1000 penduduk pertengahan tahun. Angka ini terjadi
pada periode tahun 1970-1980. Jadi selama periode ini tiap tahun ada kelahiran
sebesar 42,9 per 1000 penduduk.
Pengukuran fertilitas tahunan
hamper sama dengan pengukuran mortalitas. Ukuran-ukuran fertilitas tahunan yang
akan dibicarakan di bawah ini meliputi:
a. Tingkat Fertilitas Kasar (Crude Birth Rate)
Tingkat fertilitas kasar
didefinisikan sebagai banyaknya kelahiran hidup pada suatu tahun tertentu tiap
1000 penduduk pada pertengahan tahun. Atau dengan rumus dapat ditulis sebagai
berikut :
Dimana :
CBR
= Crude Birth Rate atau Tingkat
kelahiran Kasar
Pm
= Penduduk pertengahan tahun
K
= bilangan konstansta yang biasanya 1000
B
=
jumlah kelahiran pada tahun tertentu
b. Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate/GFR)
Tingkat fertilitas kasar yang
telah dibicarakan sebagai ukuran fertilitas masih terlalu kasar karena
membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Kita
mengetahui bahwa penduduk yang mengetahui resiko hamil adalah perempuan dalam
usia reproduksi (15-49 tahun). Dengan alasan tersebut ukuran fertilitas ini
perlu diadakan perubahan yaitu membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah
penduduk perempuan usia subur (15-49 tahun). Jadi sebagai penyebut tidak
menggunakan jumlah penduduk pertengahan tahun umur 15-49 tahun. Tingkat
fertilitas penduduk yang dihasilkan dari perhitungan ini disebut Tingkat
fertilitas Umum (General Fertility Rate atau GFR) yang
ditulis dengan rumus :
GFR = x k
Atau :
GFR = x k
Dimana :
GFR
= Tingkat fertilitas
Umum
B
= Jumlah kelahiran
Pf (15-49) = jumlah
penduduk perempuan umur 15-49 tahun pada pertengahan tahun
c. Tingkat Fertilitas Menurut
Umur (Age Specify
Fertility Rate)
Terdapat variasi mengenai besar
kecilnya kelahiran antar kelompok-kelompok penduduk tertentu, karena tingkat
fertilitas penduduk ini dapat pula dibedakan menurut : Janis kelamin, umur,
status perkawinan atau kelompok-kelompok penduduk yang lain.
Di antara kelompok perempuan
usia reproduksi (15-49) terdapat variasi kemampuan melahirkan, Karena itu perlu
dihitung tingkat fertilitas perempuan pada tiap-tiap kelompok umur (age
specify fertility rate). Perhitungan tersebut dapat dikerjakan dengan
rumus sebagai berikut :
Tingkat kelahiran untuk
kelompok umur =
Atau
ASFR =
Dimana
Bi = jumlah
kelahiran bayi pada kelompok umuri
Pfi = jumlah
perempuan kelompok umur I pada pertangahan tahun
k = angka konstanta =
1000
d. Tingkat Fertilitas Menurut
Urutan Kelahiran (Bdirth
Order Specific fertility Rate)
Tingkat fertilitas menurut
urutan kelahiran sangat penring untuk mengukur tinggi rendahnya fertilitas
suatu Negara. Kemungkinan seorang istri untuk menambah kelahiran tergantung
kepada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seorang istri mungkin menggunakan
alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu, dan juga umur anak
yang masih hidup. Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran dapat ditulis
dengan rumus:
BOSFR = Σ
Dimana
BOSFR = Birth Order
Specify Fertility rate
Boi
= jumlah kelahiran
urutan ke I
Pf(15-49)
= jumlah perempuan umur 15-49 pertengahan tahun
K
= bilangan konstanta = 1000
Penjumlahan dari tingkat
fertilitas menurut urutan kelahiran menghasilkan tingkat Fertilitas umum:
GFR = Σ
e. Standarisasi Tingkat
Fertilitas (Standarized
Fertility Rates)
Tinggi
rendahnya tingat fertilitas d suatu Negara dipengaruhi oleh beberapa variable,
misalnya umur, status perkawinan atau karakteristik yang lain. Seperti halnya
denganmortalitas, kalau kita ingin membandingkan tingkat fertilitas di beberapa
Negara, maka pengaruh variable-variabel tersebut perlu dinetralisir dengan
menggunakan teknik standarisasi sehingga hanya satu variable yang berpengaruh.
Teknik standarisasi yang digunakan sama dengan teknik standarisasi yang
digunakan untuk pengukuran mortalitas. Kalau diketahui tingkat fertilitas di
Negara A dan B,dan ingin ,dibanddingkat tingkat kelahiran umum di kedua Negara
tersebut, maka tinggal tingkat fertilitas menurut umur dikalikan dengan jumlah
penduduk standar dari masing-masing kelompok umur.
DAFTAR
PUSTAKA
Hatmadji, sri harjati. 1981. Dasar-Dasar Demografi. Lembaga Demografi
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Lucas, david.1977. Pengantar Kependudukan.Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Singarimbun, masri. 1978. Liku-liku Penurunan Kelahiran. LP3ES
Bekerjasama Dengan Lembaga Kependudukan UGM. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Total Fertility Rate (TFR)
Tabel 1.1 Angka Fertilitas Total menurut Provinsi 1971,
1980, 1985, 1990, 1991, 1994, 1998, dan 1999
|
||||||||
Provinsi
|
1971
|
1980
|
1985
|
1990
|
1991
|
1994
|
1998
|
1999
|
Nanggroe Aceh Darussalam
|
6
|
5
|
4,79
|
4
|
3,76
|
3,3
|
2,78
|
2,69
|
Sumatera Utara
|
7
|
6
|
5
|
4
|
4,17
|
3,88
|
3,08
|
3
|
Sumatera Barat
|
6,18
|
6
|
5
|
4
|
3,6
|
3,19
|
2,94
|
2,87
|
R i a u
|
5,94
|
5
|
5
|
4
|
n.a
|
3,1
|
2,85
|
2,77
|
J a m b i
|
6,39
|
6
|
4,62
|
4
|
n.a
|
2,97
|
2,87
|
2,8
|
Sumatera Selatan
|
6
|
6
|
4,78
|
4
|
3,43
|
2,87
|
2,78
|
2,71
|
B e n g k u l u
|
7
|
6
|
5
|
4
|
n.a
|
3,45
|
2,83
|
2,77
|
L a m p u n g
|
6
|
5,75
|
5
|
4
|
3,2
|
3,45
|
2,74
|
2,66
|
DKI Jakarta
|
5
|
3,99
|
3,25
|
2
|
2,14
|
1,9
|
2
|
2
|
Jawa Barat
|
6
|
5
|
4
|
3
|
3
|
3,17
|
2,61
|
2,55
|
Jawa Tengah
|
5,33
|
4,37
|
3,82
|
3
|
2,85
|
2,77
|
2,41
|
2,37
|
DI Yogyakarta
|
5
|
3
|
2,93
|
2
|
2,04
|
1,79
|
2
|
2
|
Jawa Timur
|
4,72
|
4
|
3,2
|
2
|
2
|
2,22
|
2,02
|
2,02
|
B a l i
|
6
|
4
|
3,09
|
2
|
2
|
2,14
|
2
|
2
|
Nusa Tenggara Barat
|
7
|
6,49
|
6
|
5
|
3,82
|
3,64
|
3,12
|
3,05
|
Nusa Tenggara Timur
|
6
|
5,54
|
5,12
|
5
|
n.a
|
3,87
|
3,15
|
3,06
|
Kalimantan Barat
|
6
|
5,52
|
4,98
|
4
|
3,94
|
3,34
|
2,92
|
2,81
|
Kalimantan Tengah
|
7
|
5,87
|
5
|
4
|
n.a
|
2,31
|
2,86
|
2,81
|
Kalimantan Selatan
|
5
|
5
|
3,74
|
3
|
2,7
|
2,33
|
2,58
|
2,53
|
Kalimantan Timur
|
5
|
5
|
4,16
|
3
|
n.a
|
3,21
|
2,6
|
2,55
|
Sulawesi Utara
|
6,79
|
5
|
4
|
3
|
2,25
|
2,62
|
2,38
|
2,36
|
Sulawesi Tengah
|
6,53
|
5,9
|
5
|
4
|
n.a
|
3,08
|
2,78
|
2,72
|
Sulawesi Selatan
|
6
|
5
|
4
|
4
|
3,01
|
2,92
|
2,7
|
2,65
|
Sulawesi Tenggara
|
6
|
5,82
|
5,66
|
5
|
n.a
|
3,5
|
3
|
2,87
|
M a l u k u
|
7
|
6
|
5,61
|
5
|
n.a
|
3,7
|
2,92
|
2,82
|
Papua
|
7
|
5
|
5
|
5
|
n.a
|
3,15
|
3,03
|
2,96
|
INDONESIA
|
6
|
5
|
4
|
3
|
3
|
2,85
|
2,65
|
2,59
|
Sumber :
Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990 , Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1985
, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991 dan 1994
|
Total Fertility Rate/ TFR adalah
rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang wanita sampai akhir masa
reproduksinya. Rumus perhitungan TFR yaitu sebagai berikut.
Keterangan :
TFR = Angka Fertilitas Total
ASFR = Angka Fertilitas Menurut kelompok umur
X =
Kelompok umur
Kebaikannya :
Merupakan ukuran untuk seluruh wanita usia 15-49 tahun, yang dihitung
berdasarkan angka kelahiran menurut kelompok umur.
0 komentar:
Posting Komentar