Kamis, 26 Juni 2014

Fertilitas



I.        FERTILITAS


A. Pengertian Fertilitas

Fertilitas merupakan kemampuan berproduksi yang sebenarnya dari penduduk (actual reproduction performance). Atau jumlah kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang atau sekelompok perempuan.
Kelahiran yang dimaksud disini hanya mencakup kelahiran hidup, jadi bayi yang dilahirkan menunjukan tanda-tanda hidup meskipun hanya sebentar dan terlepas dari lamanya bayi itu dikandung.

Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seseorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. Fekunditas, sebaliknya, merupakan potensi fisik untuk melahirkan anak. Jadi merupakan lawan arti kata sterilitas. Natalitas mempunyai arti sama dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.
Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda kehidupan, seperti bernapas, berteriak, bergerak, jantung berdenyut dan lain sebagainya. Sedangkan paritas merupakan jumlah anak yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan, maka disebut dengan lahir mati (still live) yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran.

Kemampuan fisiologis wanita untuk memberikan kelahiran atau berpartisipasi dalam reproduksi dikenal dengan istilah fekunditas. Tidak adanya kemampuan ini disebut infekunditas, sterilitas atau infertilitas fisiologis.
Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai proporsi dari wanita yang tergolong subur dan tidak subur belum tersedia. Ada petunjuk bahwa di beberapa masyarakat yang dapat dikatakan semua wanita kawin dan ada tekanan sosial yang kuat terhadap wanita/ pasangan untuk mempunyai anak, hanya sekiat satu atau dua persen saja dari mereka yang telah menjalani perkawinan beberapa tahun tetapi tidak mempunyai anak. Seorang wanita dikatakan subur jika wanita tersebut pernah melahirkan paling sedikit seorang bayi.

Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan dengan pengukuran mortalitas (kematian) karena seorang wanita hanya meninggal sekali, tetapi dapat melahirkan lebih dari seorang bayi. Kompleksnya pengukuran fertilitas ini karena kelahiran melibatkan dua orang (suami dan istri), sedangkan kematian hanya melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal). Seseorang yang meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu orang tersebut tidak mempunyai resiko kematian lagi. Sebaliknya, seorang wanita yang telah melahirkan seorang anak, tidak berarti resiko melahirkan dari wanita tersebut menurun.

Konsep-konsep lain yang terkait dengan pengertian fertilitas yang penting untuk diketahui adalah:
a.    Fecunditas adalah kemampuan secara potensial seorang wanita untuk melahirkan anak.
b.    Sterilisasi adalah ketidakmampuan seorang pria atau wanita untuk menghasilkan suatu kelahiran.
c.    Natalitas adalah kelahiran yang merupakan komponen dari perubahan penduduk.
d.   Lahir hidup (live birth) adalah anak yang dilahirkan hidup (menunjukkan tanda-tanda kehidupan) pada saat dilahirkan, tanpa memperhatikan lamanya di kandungan, walaupun akhirnya meninggal dunia.
e.    Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kehamilan kurang dari 28 minggu.
f.     Lahir mati (still birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Tidak dihitung sebagai kelahiran.


B.  Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Menentukan Fertilitas

Ada beragam faktor yang mempengaruhi dan menentukan fertilitas baik yang berupa faktor demografi maupun faktor non-demografi. Yang berupa faktor demografi diantaranya adalah struktur umur, umur perkawinan, lama perkawinan, paritas, distrupsi perkawinan dan proporsi yang kawin sedangkan faktor non-demografi dapat berupa faktor sosial, ekonomi maupun psikologi.

Teori-teori Tentang Fertilitas
1)   Teori Penduduk Modern
a.    Pandangan Merkantilisme
Dicetuskan oleh machiavelly dan bodin idenya antara lain :
·      Kekuasaan dan kesejahteraan Negara, terutama akumulasi uang dan logam mulia dipandang sebagai sasaran utama kebijaksanaan nasional
·      Pertumbuhan penduduk sangat penting, kebijaksanaan ditujukan untuk merangsang pertumbuhan penduduk, memasang perkawinan dan pembantukan keluarga besar, meingkatkan kesehatan masyarakat, mencegah arus emigrasi, dan meningkatkan imigrasi terutama pekerja yang memiliki keterampilan tertentu.
·      Jumlah penduduk yang banyak sebagai element penting dalam kekuatan negara.

b.    Aliran Fisiokrat
Menurut Glide dan Rist konsep aliran fisiokrat yang fundamental adalah
·      Tatanan alamiah yaitu tanah dalam produksi merupakan aspek ekonomi yang menonjol
·      Pertumbuhan Produksi pertanian dapat menunjang pertambahan jumlah penduduk.

c.    Teori Aritmatik Politis
Dicetuskan oleh graut dan petty teori ini menitik beratkan pada “betapa pentingnya jumlah penduduk sebagai modal manusia”. Tenaga kerja disebutnya sebagai bapak yang merupakan prinsip aktif dari kesejahteraan dan tanah disebutnya sebagai ibu. Petty dianggap sebagai orang pertamanya yang mengembangkan pembagian penduduk dan ekonomi dalam tahap kegiatan primer, sekunder dan tersier.
2)   Teori Penduduk Sosial
a.    Teori Maltus (1766 – 1834)
Essay maltus yang pertama :
·      Makanan merupakan unsur penting bagi kehidupan manusia
·      Nafsu manusia tidak dapat dibendung dan ditahan, akibatnya pertambahan penduduk jauh lebih pesat daripada pertumbuhan makanan. Penduduk bertambah menurut deret ukur sedangkan makanan bertambah menurut deret hitung.
Selanjutnya maltus mengakui bahwa penduduk bertambah tidak terlalu cepat karena:
·      Adanya rintangan yang diderita mansuia berupa kejahatan dan kesengsaraan
·      Adanya tendensi/teknolgi melipatgandakan bahan makanan
·      Adanya faktor pencegah yang mengurangi ketimpangan antara jumlah.

Penduduk dan persediaan bahan makanan berupa positive cheks dan preventive cheks. Pokok pikiran maltus berikutnya adalah :
·      kontrasepsi tidak akan dapat menjadi preventive cheks yang efektif
·      tiap usaha untuk menurunkan tingkat kelahiran adalah positive cheks, kecuali penundaan usia perkawinan.
b.         Teori Transisi
Dikemukakan oleh blacker (1948)
Pada dasarnya teori ini menguraikan tentang perubahan dari satu stasioner ke stasioner yang lain. Tahap transisi terjadi apabila mortalitas turun disusul dengan turunnya tingkat kelahiran, sesudah transisi tingkat kematian dan kelahiran akan sama lagi. Blacker mengemukakan 5 tahap ke 2 dan 3 adalah tahap yang bersifat transisi.
c.         Teori Neo Maltusian
Kelahiran seorang bayi kedunia sebagai suatu tekanan terhadap lingkungan, setiap bayi yang lahir memerlukan ruang, air, makanan, pakaian, transportasi, pendidikan, perawatan kesehatan, dan pekerjaan setelah ia dewasa. Semakin banyak bai yang dilahirkan semakin besar tekanan terhadap lingkungan dan pembangunan.
d.        Teori J.B Canning
Tanah merupakan ajang yang efektif dibanding pertambahan penduduk, hasil pengeksplotasian tanah tergantung pada 4 variable yaitu :
·      Kemajuan teknologi
·      Penemuan sintetris bahan makanan
·      Jumlah penduduk
·      Luas tanah
Tapi ia lebih fokus pada kemajuan teknologi dan penemuan sintetris bahan makanan.
e.    Teori Arsene Damont
“Kapilaritas Sosial”
Ia mengumapakan individu bagai minyak dalam sumbu, ingin mencapai tingkat yang tertinggi. Angka kelahiran akan turun pada saat orang berlomba-lomba untuk mencapai kemakmuran.
Arsene Dumont sependapat dengan maltus bahwa over population akan terjadi akan tetapi terhambat kebebasan individu yang semakin besar.
f.         Teori Nassau William Senior
Cita-cita untuk memperbaiki keluarga sama kuatnya dengan keinginan untuk menurunkan tingkat keturunan. Akibatnya dalam suasana kehidupan yang normal, pertambahan penduduk tidak mungkin lebih tinggi dari bahan kehidupan yang ada.
g.        Teori H. Leibenstein
Kelahiran akan dipertimbangkan atas dasar perbandingan antara benefit and cost dari segi benefit anak merupakan consumtion goods, production goods., dan nource of security. Sementara biaya yang harus dikeluarkan dengan adanya anak adalah berupa biaya langsung dan biaya tidak langsung.
h.        Teori edwin Cannan dan franz Oppenheimer
Kedua tokoh ini membantah teori maltus mereka berpendapat :
·       Pengaruh kemunduran akan kenaikan dapat dilenyapkan seiring kemajuan teknik pertanian dan perindustrian.
·       Pertambahan jumlah penduduk menyebabkan perbaikan teknik pertanian dan perindustrian yang akan mempertinggi produktivitas.
·       Edwin mengakui bahwa suatu waktu manusia akan mengalami berlakunya “point of maximum return”. Hanya saja waktu itu dapat diperpanjang.
Franz Oppenheimer mendukung Pernyataan Edwin bahawa :
·           akan kenaikan hasil dapat dikurangi oleh perbaikan teknik dalam pertanian.
·           Pertambahan penduduk dapat memperbaiki teknik pertanian
·           Pada masa yang laa perimbangan akan pertambahan penduduk dan perbekalan hidup akan tertanggu

i.      Teori Alexander, Morriscar dan Sauders
“economically desirable number”
·       Orang selalu berusaha mencapai jumlah optimum
·       Sejumlah itulah yang diperhitungan terhadap lingkungan alam.

j.      John Stuart Mill
Ia menerima teori maltus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan makanan tetapi :
·      Pada situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi perilaku Demo grafisnya
·      Apabila produktivitas seseorang tinggi ia cenderung ingin mempunyai keluarga yang kecil.

k.    Durkheim
Pada suatu wilayah dimana angka kepadatan penduduknya tinggi akibat dari tingginya laju pertumbuhan penduduk, akan timbul persaingan sempurna. Dalam memenangkan persaingan setiap orang berusaha untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan serta megambil spesialisasi tertentu.

3)   Teori Penduduk Natural

a.    Raymond S. Pearl
Ia mengemukakan teori universal tentang pertumbuhan penduduk yang didasarkan atas dugaan atau asumsi biologi dan geografi. Tiap penduduk mula-mula mengalami pertambahan atau kenaikan jumlah sangat lambat, yang makin lama makin cepat mencapai titik tengah daur, dan kemduaian makin berkurang pertambahannya hingga mencapai akhir daur pertumbuhan. Daur tersebut mengikuti kurva normal atau kurva logistik.
b.    Ginni
Dikemukakan oleh Corrado Ginni, pertumbuhan penduduk oleh ginni dilihat dari sudut pendangan statistik biologi, dan ia percaya bahwa tendensi reproduksi. Penduduk mengikuti kurva parabola matematik. Penduduk mengalami tingkat muda pada permulaan dengan pertumbuhan cepat kemudian mencapai kedewasaan, menjadi tua, dan menurun jumlahnya. Karena faktor kelelahan Reproduksi.
c.    Thomas Doudleday
Ia menghubungkan pertumbuhan penduduk dengan makanan. Pertumbuhan penduduk akan tinggi jika masyarakat kurang makan. Pada masyarakat yang makanan penduduknya melimpah, terjadi penurunan pertumbuhan penduduk.
d.   Herbert Sepncer
Dasar Teorinya adalah perbandingan energi yang digunakan untuk kegiatan peroduksi dengan energi yang digunakan untuk bereproduksi. Ia berpendapat over population pasti terjadi, tetapi dapat ditahan dengan menggunakan energi otak.
e.    Pitrin A. Sorokin, O. Spencer, dan O.E. Baker
Mereka berpendapat bahwa pengaruh budaya terhadap unsur biologis akan menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan penduduk.

4)   Teori Sosiologi tentang Fertilitas (Davis dan Blake: Variabel Antara)

Kajian tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari disiplin sosiologi. Sebelum disiplin lain membahas secara sistematis tentang fertilitas, kajian sosiologis tentang fertilitas sudah lebih dahulu dimulai. Sudah amat lama kependudukan menjadi salah satu sub-bidang sosiologi. Sebagian besar analisa kependudukan (selain demografi formal) sesungguhnya merupakan analisis sosiologis. Davis and Blake (1956), Freedman (1962), Hawthorne (1970) telah mengembangkan berbagai kerangka teoritis tentang perilaku fertilitas yang pada hakekatnya bersifat sosiologis.

Dalam tulisannya yang berjudul “The Social structure and fertility: an analytic framework (1956)”2 Kingsley Davis dan Judith Blake melakukan analisis sosiologis tentang fertilitas. Davis and Blake mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas melalui apa yang disebut sebagai “variabel antara” (intermediate variables).

Menurut Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya yang mempengaruhi fertilitas akan melalui “variabel antara”. Ada 11 variabel antara yang mempengaruhi fertilitas, yang masing-masing dikelompokkan dalam tiga tahap proses reproduksi sebagai berikut:


Intermediate variables of fertility
a.    Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan kelamin (intercouse variables):
Faktor-faktor yang mengatur tidak terjadinya hubungan kelamin:
1)        Umur mulai hubungan kelamin
2)        Selibat permanen: proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan hubungan kelamin
3)        Lamanya masa reproduksi sesudah atau diantara masa hubangan kelamin:
·      Bila kehidupan suami istri cerai atau pisah
·      Bila kehidupan suami istri nerakhir karena suami meninggal dunia

Faktor-faktor yang mengatur terjadinya hubungan kelamin
1)        Abstinensi sukarela
2)        Berpantang karena terpaksa (oleh impotensi, sakit, pisah sementara)
3)        Frekuensi hubungan seksual

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konsepsi (conception variables):
1)        Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak disengaja
2)        Menggunakan atau tidak menggunakan metode kontrasepsi:
·           Menggunakan cara-cara mekanik dan bahan-bahan kimia
·           Menggunakan cara-cara lain
3)        Kesuburan atau kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disengaja (sterilisasi, subinsisi, obat-obatan dan sebagainya)

Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran (gestation variables)
1)        Mortalitas janin yang disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak disengaja
2)        Mortalitas janin oleh faktor-faktor yang disengaja

Menurut Davis dan Blake, setiap variabel diatas terdapat pada semua masyarakat.Sebab masing-masing variabel memiliki pengaruh (nilai) positif dan negatifnya sendiri-sendiri terhadap fertilitas. Misalnya, jika pengguguran tidak dipraktekan maka variabel nomor 11 tersebut bernilai positif terhadap fertilitas. Artinya, fertilitas dapat meningkat karena tidak ada pengguguran. Dengan demikian ketidak-adaan variabel tersebut juga suatu masyarakat masing-masing variabel bernilai negatif atau positif maka angka kelahiran yang sebenarnya tergantung kepada neraca netto dari nilai semua variabel.

Ronald Freedman: Variabel Antara dan Norma Sosial
Menurut Freedman variabel antara yang mempengaruhi langsung terhadap fertilitas pada dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma yang berlaku di suatu masyarakat. Pada akhirnya perilaku fertilitas seseorang dipengaruhi norma-norma yang ada yaitu norma tentang besarnya keluarga dan norma tentang variabel antara itu sendiri. Selanjutnya norma-norma tentang besarnya keluarga dan variabel antara di pengaruhi oleh tingkat mortalitas dan struktur sosial ekonomi yang ada di masyarakat.

Menurut Freedman intermediate variables yang dikemukakan Davis-Blake menjadi variabel antara yang menghubungkan antara “norma-norma fertilitas” yang sudah mapan diterima masyarakat dengan jumlah anak yang dimiliki (outcome). Ia mengemukakan bahwa “norma fertilitas” yang sudah mapan diterima oleh masyarakat dapat sesuai dengan fertilitas yang dinginkan seseorang. Selain itu, norma sosial dianggap sebagai faktor yang dominan. Secara umum Freedman mengatakan bahwa:

“Salah satu prinsip dasar sosiologi adalah bahwa bila para anggota suatu masyarakat menghadapi suatu masalah umum yang timbul berkali-kali dan membawa konsekuensi sosial yang penting, mereka cenderung menciptakan suatu cara penyelesaian normatif terhadap masalah tersebut. Cara penyelesaian ini merupakan serangkaian aturan tentang bertingkah laku dalam suatu situasi tertentu, menjadi sebagian dari kebudayaannya dan masyarakat mengindoktrinasikan kepada para anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan norma tersebut baik melalui ganjaran (rewards) maupun hukuman (penalty) yang implisit dan eksplisit. ... Karena jumlah anak yang akan dimiliki oleh sepasang suami isteri itu merupakan masalah yang sangat universal dan penting bagi setiap masyarakat, maka akan terdapat suatu penyimpangan sosiologis apabila tidak diciptakan budaya penyelesaian yang normatif untuk mengatasi masalah ini”

Jadi norma merupakan “resep” untuk membimbing serangkaian tingkah laku tertentu pada berbagai situasi yang sama. Norma merupakan unsur kunci dalam teori sosiologi tentang fertilitas. Dalam artikelnya yang berjudul “Theories of fertility decline: a reappraisal” (1979).

Freedman juga mengemukakan bahwa tingkat fertilitas yang cenderung terus menurun di beberapa negara pada dasarnya bukan semata-mata akibat variabel-variabel pembangunan makro seperti urbanisasi dan industrialisasi sebagaimana dikemukakan oleh model transisi demografi klasik tetapi berubahnya motivasi fertilitas akibat bertambahnya penduduk yang melek huruf serta berkembangnya jaringan-jaringan komunikasi dan transportasi.

Menurut Freedman, tingginya tingkat modernisasi tipe Barat bukan merupakan syarat yang penting terjadinya penurunan fertilitas. Pernyataan yang paling ekstrim dari suatu teori sosiologi tentang fertilitas sudah dikemukakan oleh Judith Blake. Ia berpendapat bahwa “masalah ekonomi adalah masalah sekunder bukan masalah normatif”; jika kaum miskin mempunyai anak lebih banyak daripada kaum kaya, hal ini disebabkan karena kaum miskin lebih kuat dipengaruhi oleh norma-norma pro-natalis daripada kaum kaya.

Teori Ekonomi tentang Fertilitas

Pandangan bahwa faktor-faktor ekonomi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap fertilitas bukanlah suatu hal yang baru. Dasar pemikiran utama dari teori ‘transisi demografis’ yang sudah terkenal luas adalah bahwa sejalan dengan diadakannya pembangunan sosial-ekonomi, maka fertilitas lebih merupakan suatu proses ekonomis dari pada proses biologis.
Berbagai metode pengendalian fertilitas seperti penundaan perkawinan, senggama terputus dan kontrasepsi dapat digunakan oleh pasangan suami istri yang tidak menginginkan mempunyai keluarga besar, dengan anggapan bahwa mempunyai banyak anak berarti memikul beban ekonomis dan menghambat peningkatan kesejahteraan sosial dan material. Bahkan sejak awal pertengahan abad ini, sudah diterima secara umum bahwa hal inilah yang menyebabkan penurunan fertilitas di Eropa Barat dan Utara dalam abad 19. Leibenstein dapat dikatakan sebagai peletak dasar dari apa yang dikenal dengan “teori ekonomi tentang fertilitas”. Menurut Leibenstein tujuan teori ekonomi fertilitas adalah:
“untuk merumuskan suatu teori yang menjelaskan faktor-faktor yang menentukan jumlah kelahiran anak yang dinginkan per keluarga. Tentunya, besarnya juga tergantung pada berapa banyak kelahiran yang dapat bertahan hidup (survive). Tekanan yang utama adalah bahwa cara bertingkah laku itu sesuai dengan yang dikehendaki apabila orang melaksanakan perhitungan-perhitungan kasar mengenai jumlah kelahiran anak yang dinginkannya. Dan perhitungan perhitungan yang demikian ini tergantung pada keseimbangan antara kepuasan atau kegunaan (utility) yang diperoleh dari biaya tambahan kelahiran anak, baik berupa uang maupun psikis. Ada tiga macam tipe kegunaan yaitu (a) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu ‘barang konsumsi’ misalnya sebagai sumber hiburan bagi orang tua; (b) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu sarana produksi, yakni, dalam beberapa hal tertentu anak diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan menambah pendapatan keluarga; dan (c) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai sumber ketentraman, baik pada hari tua maupun sebaliknya”.

Menurut Leibenstein anak dilihat dari dua aspek yaitu aspek kegunaannya (utility) dan aspek biaya (cost). Kegunaannya adalah memberikan kepuasaan, dapat memberikan balas jasa ekonomi atau membantu dalam kegiatan berproduksi serta merupakan sumber yang dapat menghidupi orang tua di masa depan. Sedangkan pengeluaran untuk membesarkan anak adalah biaya dari mempunyai anak tersebut. Biaya memiliki tambahan seoarang anak dapat dibedakan atas biaya langsung dan biaya tidak langsung. Yang dimaksud biaya langsung adalah biaya yang dikeluarkan dalam memelihara anak seperti memenuhi kebutuhan sandang dan pangan anak sampai ia dapat berdiri sendiri. Yang dimaksud biaya tidak langsung adalah kesempatan yang hilang karena adanya tambahan seoarang anak. Misalnya, seoarang ibu tidak dapat bekerja lagi karena harus merawat anak, kehilangan penghasilan selama masa hamil, atau berkurangnya mobilitas orang tua yang mempunyai tanggungan keluarga besar (Leibenstein, 1958).

Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan maka aspirasi orang tua akan berubah. Orang tua menginginkan anak dengan kualitas yang baik. Ini berarti biayanya naik. Pengembangan lebih lanjut tentang ekonomi fertiitas dilakukan oleh Gary S. Becker dengan artikelnya yang cukup terkenal yaitu “An Economic Analysis of Fertility”.

Menurut Becker anak dari sisi ekonomi pada dasarnya dapat dianggap sebagai barang konsumsi (a consumption good, consumer’s durable) yang memberikan suatu kepuasan (utility) tertentu bagi orang tua. Bagi banyak orang tua, anak merupakan sumber pendapatan dan kepuasan (satisfaction). Secara ekonomi fertilitas dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, biaya memiliki anak dan selera. Meningkatnya pendapatan (income) dapat meningkatkan permintaan terhadap anak.

Karya Becker kemudian berkembang terus antara lain dengan terbitanya buku A Treatise on the Family. Perkembangan selanjutnya analisis ekonomi fertilitas tersebut kemudian membentuk teori baru yang disebut sebagai ekonomi rumah tangga (household economics). Analisis ekonomi fertilitas yang dilakukan oleh Becker kemudian diikuti pula oleh beberapa ahli lain seperti Paul T. Schultz, Mark Nerlove, Robert J. Willis dan sebagainya. Dalam tulisannya yang berjudul Economic growth and population: Perspective of the new home economics6 Nerlove mengemukakan:
“Ekonomi rumah tangga terdiri dari empat unsur utama, yaitu (a) suatu fungsi kegunaan. Yang dimaksud kegunaan disini bukanlah dalam arti komoditi fisik melainkan berbagai kepuasan yang dihasilkan rumah tangga; (b) suatu teknologi produksi rumah tangga; (c) suatu lingkungan pasar tenaga kerja yang menyediakan sarana untuk merubah sumber-sumber daya rumah tangga menjadi komoditi pasar; dan (d) sejumlah keterbatasan sumber-sumber daya rumah tangga yang terdiri dari harta warisan dan waktu yang tersedia bagi setiap anggota rumah tangga untuk melakukan produksi rumah tangga dan kegiatankegiatan pasar. Waktu yang tersedia dapat berbeda-beda kualitasnya, dan dalam hal ini tentunya termasuk juga sumberdaya manusia (human capital) yang diwariskan dan investasi sumberdaya manusia dilakukan oleh suatu generasi baik untuk kepentingan tingkah laku generasi-generasi yang akan datang maupun untuk kepentingan tingkah laku sendiri”

Dalam analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa permintaan akan anak berkurang bila pendapatan meningkat; yakni apa yang menyebabkan harga pelayanan anak berkaitan dengan pelayanan komoditi lainnya meningkat jika pendapatan meningkat?
New household economics berpendapat bahwa (a) orang tua mulai lebih menyukai anak-anak yang berkualitas lebih tinggi dalam jumlah yang hanya sedikit sehingga “harga beli” meningkat; (b) bila pendapatan dan pendidikan meningkat maka semakin banyak waktu (khususnya waktu ibu) yang digunakan untuk merawat anak. Jadi anak menjadi lebih mahal.

Di dalam setiap kasus, semua pendekatan ekonomi melihat fertilitas sebagai hasil dari suatu keputusan rasional yang didasarkan atas usaha untuk memaksimalkan fungsi utility ekonomis yang cukup rumit yang tergantung pada biaya langsung dan tidak langsung, keterbatasan sumberdaya, selera. Topik-topik yang dibahas dalam ekonomi fertilitas antara berkaitan dengan pilihan-pilihan ekonomi seseorang dalam menentukan fertilitas (jumlah dan kualitas anak). Pertimbangan ekonomi dalam menentukan fertilitas terkait dengan income, biaya (langsung maupun tidak langsung), selera, modernisasi dan sebagainya.

Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Becker, Bulato menulis tentang konsep demand for children and supply of children. Konsep demand for children dan supply of children dikemukakan dalam kaitan menganalisis economic determinan factors dari fertilitas. Bulatao mengartikan konsep demand for children sebagai jumlah anak yang dinginkan. Termasuk dalam pengertian jumlah adalah jenis kelamin anak, kualitas, waktu memliki anak dan sebagainya.

Konsep demand for children diukur melalui pertanyaan survey tentang “jumlah keluarga yang ideal atau diharapkan atau diinginkan”. Pertanyaannya, apakah konsep demand for children berlaku di negara berkembang. Apakah pasangan di negara berkembang dapat memformulasikan jumlah anak yang dinginkan? Menurut Bulato, jika pasangan tidak dapat memformulasikan jumlah anak yang dinginkan secara tegas maka digunakan konsep latent demand dimana jumlah anak yang dinginkan akan disebut oleh pasangan ketika mereka ditanya.

Menurut Bulatao, modernisasi berpengaruh terhadap demand for children dalam kaitan membuat latent demand menjadi efektif. Menurut Bulatao, demand for children dipengaruhi (determined) oleh berbagai faktor seperti biaya anak, pendapatan keluarga dan selera. Dalam artikel tersebut Bulato membahas masing-masing faktor tersebut (biaya anak, pendapatan, selera) secara lebih detail. Termasuk didalamnya dibahas apakah anak bagi keluarga di negara berkembang merupakan “net supplier “ atau tidak. Sedang supply of children diartikan sebagai banyaknya anak yang bertahan hidup dari suatu pasangan jika mereka tidak berpisah/cerai pada suatu batas tertentu. Supply tergantung pada banyaknya kelahiran dan kesempatan untuk bertahan hidup. Supply of children berkaitan dengan konsep kelahiran alami (natural fertility).
Menurut Bongart dan Menken fertilitas alami dapat diidentifikasi melalui lima hal utama, yaitu:
1)        Ketidak-suburan setelah melahirkan (postpartum infecundibality)
2)        Waktu menunggu untuk konsepsi (waiting time to conception)
3)        Kematian dalam kandungan (intraurine mortality)
4)        Sterilisasi permanen (permanent sterility)
5)        Memasuki masa reproduksi (entry into reproductive span)

Analisis ekonomi tentang fertilitas juga dikemukakan oleh Richard A. Easterlin. Menurut Easterlin permintaan akan anak sebagian ditentukan oleh karakteristik latar belakang individu seperti agama, pendidikan, tempat tinggal, jenis/tipe keluarga dan sebagainya. Setiap keluarga mempunyai norma-norma dan sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh karakteristik diatas. Easterlin juga mengemukakan perlunya menambah seperangkat determinan ketiga (disamping dua determinan lainnya: permintaan anak dan biaya regulasi fertilitas) yaitu mengenai pembentukan kemampuan potensial dari anak. Hal ini pada gilirannya tergantung pada fertilitas alami (natural fertility) dan kemungkinan seorang bayi dapat tetap hidup hingga dewasa.

Fertilitas alami sebagian tergantung pada faktor-faktor fisiologis atau biologis, dan sebagian lainnya tergantung pada praktek-praktek budaya. Apabila pendapatan meningkat maka terjadilah perubahan “suplai” anak karena perbaikan gizi, kesehatan dan faktor-faktor biologis lainnya. Demikian pula perubahan permintaan disebabkan oleh perubahan pendapatan, harga dan “selera”. Pada suatu saat tertentu, kemampuan suplai dalam suatu masyarakat bisa melebihi permintaan atau sebaliknya.

Easterlin berpendapat bahwa bagi negara-negara berpendapatan rendah permintaan mungkin bisa sangat tinggi tetapi suplainya rendah, karena terdapat pengekangan biologis terhadap kesuburan. Hal ini menimbulkan suatu permintaan “berlebihan” (excess demand) dan juga menimbulkan sejumlah besar orang yang benar-benar tidak menjalankan praktek-praktek pembatasan keluarga. Di pihak lain, pada tingkat pendapatan yang tinggi, permintaan adalah rendah sedangkan kemampuan suplainya tinggi, maka akan menimbulkan suplai “berlebihan” (over supply) dan meluasnya praktek keluarga berencana. John C. Caldwell juga melakukan analisis fertilitas dengan pendekatan ekonomi sosiologis.

Tesis fundamentalnya adalah bahwa tingkah laku fertilitas dalam masyarakat pra-tradisional dan pasca-transisional itu dilihat dari segi ekonomi bersifat rasional dalam kaitannya dengan tujuan ekonomi yang telah ditetapkan dalam masyarakat, dan dalam arti luas dipengaruhi juga oleh faktor-faktor biologis dan psikologis.

Teori Caldwell menekankan pada pentingnya peranan keluarga dalam arus kekayaan netto (net wealth flows) antar generasi dan juga perbedaan yang tajam pada regim demografis pra-transisi dan pasca-transisi. Caldwell mengatakan bahwa “sifat hubungan ekonomi dalam keluarga” menentukan kestabilan atau ketidak-stabilan penduduk. Jadi pendekatannya lebih menekankan pada dikenakannya tingkah laku fertilitas terhadap individu (atau keluarga inti) oleh suatu kelompok keluarga yang lebih besar (bahkan yang tidak sedaerah) dari pada oleh “norma-norma” yang sudah diterima masyarakat. Seperti diamati oleh Caldwell, didalam keluarga selalu terdapat tingkat eksploitasi yang besar oleh suatu kelompok (atau generasi) terhadap kelompok atau generasi lainnya, sehingga jarang dilakukan usaha pemaksimalan manfaat individu. Selain teori yang disajikan dalam tulisan ini masih banyak teori lain yang membahas fertilitas. Namun karena keterbatasan tempat tidak semua teori fertilitas dapat disajikan dalam tulisan ini.

C.      Beberapa Penyebab Infertilitas
Banyak faktor yang menyebabkan  mengapa seorang wanita tidak bisa atau  sukar  menjadi  hamil setelah kehidupan seksual normal yang cukup lama. Diantara faktor-faktor tersebut yaitu faktor organik/fisiologik, faktor ketidakseimbangan jiwa dan kecemasan berlebihan. Dimic dkk di Yugoslavia mendapatkan 554  kasus (81,6%) dari 678 kasus pasangan infertil disebabkan oleh kelainan organik, dan 124 kasus (18,4%) disebabkan oleh faktor psikologik.   Ingerslev   dalam   penelitiannya   mengelompokkan   penyebab   infertilitas menjadi  5  kelompok  yaitu  faktor  anatomi,  endokrin,  suami,  kombinasi,  dan  tidak diketahui (unexplained infertility)
Hal-hal yang terjadi diluar seperti lingkungan, budaya, dan lain-lain tidak berpengaruh secara langsung terhadap fertilitas, melainkan melalui variabel-variabel antara. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan hubungan seks (variabel hubungan seks)
Meliputi dimulai dan diakhirnya hubungan seks (ikatan seksual) dalam usia reproduksi.
a.         Usia memulai hbungan seks ( usia kawin pertama).
Semakin banyak usia kawin pertama dalam usia muda maka fertilitasnya positif tetapi sering dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi konsepsi dan kehamilan. Meskipun misalnya senggama dapat dimulai pada usia muda kehamilan dan kelahiran dapat dicegah.
Pada masyarakat pra industri umur kawin pada umumnya muda, dan nilai fertilitas pada variabel ini biasanya positif, sedangkan pada variabel lainnya nilai fertilitas sering negatif. Hal ini dikarenakan pada masyarakat pra industri angka mortalitasnya tinggi dari tahun ke tahun dan di ancam oleh mingkatnya angka motralitas secara tiba-tiba sehingga dengan kawin muda diharapkan nilai fertilitas akan meningkat guna mengimbangi jumlah penduduk yang mengalami kamatian.
b.    Selibat permanen
Selibat permanen adalah proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan hubungan seks. Selibat permanen dan kawin tua dapat memberi hasil minus pada fertilitas dengan cara harus ada pertarakan diluar perkawinan atau alat-alat yang mencegah kelahiran bayi bila diadakan hubungan kelamin. Namun selibat permanen pengaruhnya yang negatif terhadap fertilitas tidak seberapa karena jarang ditemukan sejumlah penduduk yang lebih dari 20% wanitanya melewatkan masa reproduksinya tanpa pernah kawin sekalipun.
c.         Perpisahan pada usia Reproduksi
Bila ikatan perkawinan putus karena perceraian, perpisahan ditinggal suami, atau karena suami meninggal dunia, dan wanitanya tidak menikah lagi maka nilai fertilitas negatif, tetapi jika menikah lagi nilai fertilitasnya positif, walaupun mereka telah kehilangan sedikit kesempatan untuk mengadakan hubungan kelamin.

Meliputi kemungkinan hubungan seks selama dalam ikatan seksual
a.         Abstinensi dengan sengaja atau sukarela
Abstinensi sukarela atau sengaja yang berupa larangan atau pantangan berhubungan seks meliputi 5 macam yaitu :
·           sehabis melahirkan (postfartum)
·           berhenti seterusnya (terminan)
·           berhenti berkala
·           dalam keadaan mengandung
·           dan selama masa haid
Namun absitensi sukarela atau abstinensi sengaja tersebut kecil pengaruhnya terhadap fertilitas, karena adanya pengaruh dari kebudayaan.
b.    Absinensi terpaksa
Absinensi terpaksa dapat terjadi karena impotensi, sakit dan perpisahan yang tak terelakkan tetapi hanya bersifat sementara misalnya suami bekerja diluar daerah, pada variabel ini mempunyai pengaruh yang rendah terhadap fertilitas.
c.    Frekuensi Hubungan Kelamin
Variabel ini kecil pegaruhnya terhadap nilai fertilitas karena meskipun orang sendiri dapat mengaturnya namun kenyataannya hal ini sangat pribadi dan sangat tergantung pada kemampuan fisik untuk diatur oleh segi kebudayaan.
Sumapraja membagi masalah infertilitas dalam beberapa kelompok yaitu air mani, masalah vagina,  masalah serviks, masalah uterus, masalah tuba, masalah ovarium, dan masalah  peritoneum.
1.   Masalah  air   mani  meliputi  karakteristiknya  yang  terdiri  dari :
·           koagulasinya dan likuefas
·           viskositas,
·           rupa dan bau,  volume,
·           pH dan adanya fruktosa dalam air mani.
·           Pemeriksaan mikroskopis spermatozoa dan uji ketidak cocokan imunologi dimasukkan juga kedalam masalah air mani.
2.   Masalah vagina kemungkinan adanya sumbatan atau peradangan yang mengirangi kemampuan menyampaikan air mani kedalam vagina sekitar serviks.
3.   Masalah serviks meliputi keadaan  anatomi serviks, bentuk kanalis servikalis sendiri dan keadaan  lendir serviks. Uji pasca senggama merupakan test yang erat berhubungan dengan faktor serviks dan imunologi.
4.   Masalah  uterus  meliputi  kontraksi  uterus,  adanya  distorsi  kavum  uteri  karena sinekia,mioma  atau  polip,  peradangan  endometrium.  Masalah  uterus  ini  menggangu dalam  hal  implantasi,  pertumbuhan  intra  uterin,  dan  nutrisi  serta  oksigenasi  janin. Pemeriksaan untuk masalah uterus ini meliputi biopsi endometrium,histerosalpingografi dan histeroskopi.
5.      Masalah tuba merupakan yang paling sering ditemukan (25-50%). Penilaian patensi tuba merupakan salah satu pemeriksaan terpenting dalam pengelolhan infertilitas.
6.      Masalah ovarium meliputi ada tidaknya ovulasi, dan fungsi korpus luteum. Fungsi hormonal   berhubungan  dengan  masalah  ovarium,  ini  yang  dapat  dinilai  beberapa pemeriksaan  antara  lain  perubahan  lendir  serviks,  suhu  basal  badan,  pemeriksaan hormonal dan biopsi endometrium.
7.      Masalah imunologi biasanya dibahas bersama-sama masalah lainnya yaitu masalah serviks dan masalah air mani karena memang kedua faktor ini erat hubungannya dengan mekanisme imunologi.


D.      Faktor Imunologi Sebagai Penyebab Infertilitas

Dulu orang  masih  bertanya-tanya  apakah  faktor  imunologi  besar  peranannya  dalam infertilitas. Para  iluwan masih meragukan, bingung dan timbul berbagai pendapat yang saling kontradiksi. Jones pada penelitian nya mengajukan teori bahwa faktor imunologi berpengaruh  pada  beberapa  tahap  dalm proses  reproduksi  manusia,  mulai  dari  masa gamet dan telur yang dibuahi. Sebagaimana hormon, jaroingan dan cairan sekresi yang berhubungan dengan traktus genitalia potensial     bersipat antigenik dan mampu menimbulkan suatu respon imun.

Suatu antigen  akan  mengalami  beberapa  proses  dalam  tubuh  kita  akibat  sistem imunitas tubuh. Antigen tersebut akan difagositosis sebagai respon imun nonspesifik dari tubuh. Dapat juga terjadi  penghancuran sel (sitolisis)   melalui peranan sel T-sitotoksis. Mekanisme  lain  yaitu  dengan  membentuk  antibodi  dengan  bantuan  makrofag,  sel  T helper dan selT supresor. Se-sel ini memberikan sinyal-sinyal kepada limfosit B sehingga berdifensiasi menjadi sel plasma dan membentuk antibodi spesifik. Antibodi ini melalui beberapa  jalan  menyebabkan  penghancuran  antigen  antara  lain  membentuk  komplek antibodi komplemen menyebabkan lisis, antibody dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC) menimbulkan sitolisis, atau fagositosis spesifik.

Pada beberapa  wanita  antigen  sperma  menyebabkan  timbulnya  antibodi  terhadap antigen  spesifik  atau permukaan pada sperma dan menyebabkan infertilitas. Menurut Burnett,  antigen  jaringan  yang  telah  ada  dalam  tubuh  sebelum  sistem  imunologik berfungsi dikenal sebagai self  antigen, sedangkan antigen jaringan yang timbul setelah sistem imunologik berfungsi sebagai non self  antigen. Spermatozoa dapat digolongkan self antigen karena diproduksi jauh setelah sistem imunologik  berfungsi, sehingga ia dianggap sebagai antigen asing. Antigen tersebut dapat berasal dari spermatozoa sendiri, atau dari plasma semen.

Selain itu dapat juga terjadi keadaan autoimun terhadap semen dan komponen sperma yang  biasanya  terjadi  pada  suami  yang  pernah  mengalami  proses  pada  genitalianya termasuk      vasektomi        dan infeksi (mumps).  Beberapa        penyakit          autoimun         dapat menyebabkan suatu keadaan infertilitas. Geva dalam tulisannya tentang autoimunitas dan reproduksi  mendapatkan  bahwa  banyaknya  autoantibodi  dalam  serum  berhubungan dengan kegagalan kehamilan yang berulang, endometriosis, kegagalan ovarium prematur (prematur  ovarian  failure/POF),  infertilitas  yang  tak  jelas  penyebabnya(unexplained infertility), dan kegagalan fertilisasi   invitro (IVF). Beberapa jenis antibodi  yang dapat dideteksi   antara   lain   antibodi   antifosfolipid   (APA),   antibodi   antikardiolipin   dan antikoagulan lupus, antibodi antinuklear (ANA), Antibodi anti-DNA, faktor rhematoid, antibodi  antitiroid,  autoantibodi anti oavarium, dan antibodi otot polos (smooth muscle antibodies).  Dalam   tulisannya  Geva  berkesimpulan  bahwa  abnormalitas  autoimun mungkin  menyebabkan  kegagalan  reproduksi  (infertilitas)  dan  sebaliknya  kegagalan reproduksi  dapat  merupakan  manifestasi  awal  dari  penyakit  autoimun  yang  belum terdiagnosis.

E.       Cara Mengukur Kelahiran

Kompleksnya pengukuran fertilitas, karena kelahiran melibatkan dua orang (suami dan isteri), sedangkan kelahiran hanya melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal). Masalah yang lain yang dijumpai dalam pengukuran fertilitas adalah tidak semua perempuan mengalami resiko melahirkan karena ada kemungkinan beberapa dari mereka tidak mendapat pasangan untuk berumah tangga. Juga ada beberapa perempuan yang bercerai, menjanda. Dalam teori fertilitas, perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain :
1.    Angka laju fertilitas menunjukkan dua pilihan jangka waktu, yaitu jumlah kelahiran selama jangka waktu pendek (biasanya satu tahun), dan jumlah kelahiran selama jangka waktu panjang (selama usia reproduksi).
2.    Suatu kelahiran disebut “lahir hidup” (liva birth) apabila pada waktu lahir terdapat tanda-tanda kehidupan, misalnya menangis, bernafas, jantung berdenyut. Jika tidak ada tanda-tanda kehidupan tersebut disebut “lahir mati” (still birth) yang tidak diperhitungkan sebagai kelahiran dalam fertilitas.
3.    Pengukuran fertilitas lebih rumit daripada pengukuran mortalitas karena:
a.    Seorang wanita dapat melahirkan beberapa kali, sedangkan ia hanya meninggala satu kali.
b.    Kelahiran melibatkan dua orang (suami-isteri), sedangkan kematian melibatkan satu orang saja.
c.    Tidak semua wanita mengalami peristiwa melahirkan, mungkin karena tidak kawin, mandul, atau sebab-sebab yang lain.
Memperhatikan perbedaan antara kematian dan le;ahiran seeperti tersebut di atas, memungkinkan untuk melaksanakan dua macam pengukuran fertilitas yaitu fertilitas tahunan dan pengukuran fertilitas kumulatif. Pengukuran fertilitas kumulatif adalah mengukur jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan hingga mengakhiri batas usia subur. Sedangkan pengukuran fertilitas tahunan (vital rates) adalah mengukur jumlah kelahiran pada tahun tertentu dihubungkan dengan jumlah penduduk yang mempunyai resiko untuk melahirkan pada tahun tersebut.

Pengukuran fertilitas memiliki dua macam pengukuran, yaitu pengukuran fertilitas tahunan dan pengukuran fertilitas kumulatif. Pengukuran fertilitas tahunan (vital rates) adalah mengukur jumlah kelahiran pada tahun tertentu yang dihubungkan dengan jumlah penduduk yang mempunyai resiko untuk melahirkan pada tahun tersebut. Sedangkan pengukuran fertilitas kumulatif adalah mengukur jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang wanita hingga mengakhiri batas usia subur.
a.         Crude Birth Rate (CBR)
Tingkat Kelahiran Kasar atau CBR merupakan jumlah kelahiran setiap 1000 penduduk per tahun.

Rumus:CBR=B/Px1.000

Keterangan : B= jumlah seluruh kelahiran
P= jumlah penduduk pada pertengahan tahun
1.000 = bilangan konstanta

Tingkat kelahiran ini dapat digolongkan dalam tiga tingkat kriteria sebagai berikut:
Tingkat kelahiran Golongan
> 30 Tinggi
20-30 Sedang
< 20 Rendah
Adapun kelemahan dalam perhitungan CBR yakni tidak memisahkan penduduk laki-laki dan penduduk perempuan yang masih kanak-kanak dan yang berumur 50 tahun ke atas. Jadi angka yang dihasilkan  sangat kasar. Sedangkan  kelebihan dalam penggunaan ukuran CBR adalah perhitungan ini sederhana, karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang dilahirkan dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

b.      General Fertility Rate (GFR)
Tingkat kelahiran umum atau GFR adalah banyaknya kelahiran setiap 1000 penduduk wanita yang berada dalam periode usia produktif (15-49 tahun) dalam kurun waktu setahun. Usia produktif adalah usia reproduksi atau usia subur yang memungkinkan wanita untuk melahirkan.
Rumus: GFR=B/Pfx1000

Keterangan :
B=jumlah kelahiran selama setahun
Pf=jumlah penduduk wanita (berumur 15-49 tahun), pertengahan tahun
1.000=bilangan konstanta
Kelemahan dari penggunaan ukuran GFR adalah ukuran ini tidak membedakan kelompok umur, sehingga wanita yang berumur 40 tahun dianggap mempunyai resiko melahirkan yang sama besar dengan wanita yang berumur 25 tahun. Namun kelebihan dari penggunaan ukuran ini ialah ukuran ini cermat daripada CBR karena hanya memasukkan wanita yang berumur 15-49 tahun atau sebagai penduduk yang “exposed to risk”.

c.         Age Spesific Fertility Rate (ASFR)
Tingkat kelahiran menurut kelompok umur tertentu atau ASFR adalah banyaknya kelahiran yang terjadi pada wanita dalam kelompok umur tertentu dalam unsur reproduksi per 1000 wanita.

Rumus : ASFR=Bi/Pfix1000

Keterangan:
Bi=banyaknya kelahiran dari wanita dalam kelompok umur tertentu selama setahun
Pfi=banyaknya penduduk wanita dalam kelompok umur tertentu yang sama pada pertengahan tahun.
1.000=bilangan konstanta
Berdasarkan dua kondisi di atas dapatlah disebutkan beberapa masalah (terkait dengan SDM) sebagai berikut :
1)      Jika fertilitas semakin meningkat maka akan menjadi beban pemerintah dalam hal penyediaan aspek fisik misalnya fasilitas kesehatan ketimbang aspek intelektual
2)      Fertilitas meningkat maka pertumbuhan penduduk akan semakin meningkat tinggi akibatnya bagi suatu negara berkembang akan menunjukan korelasi negatif dengan tingkat kesejahteraan penduduknya.
3)      Jika ASFR 20-24 terus meningkat maka akan berdampak kepada investasi SDM yang semakin menurun.

Adapun kelebihan dari penggunaan ukuran ASFR antara lain :
a.    Ukuran lebih cermat dari GFR karena sudah membagi penduduk yang “exposed to risk” ke dalam berbagai kelompok umur.
b.    Dengan ASFR dimungkinkan pembuatan analisa perbedaan fertilitas (current fertility) menurut berbagai karakteristik wanita.
c.    Dengan ASFR dimungkinkan dilakukannya studi fertilitas menurut kohor.
d.   ASFR ini merupakan dasar untuk perhitungan ukuran fertilitas dan reproduksi selanjutnya (TFR, GRR, dan NRR).

Namun dalam pengukuran ASFR masih terdapat beberapa kelemahan diantaranya yaitu:
a.    Ukuran ini membutuhkan data yang terperinci yaitu banyaknya kelahiran untuk tiap kelompok umur sedangkan data tersebut belum tentu ada di tiap negara/daerah, terutama negara yang sedang berkembang. Jadi pada kenyataannya sukar sekali mendapatkan ukuran ASFR.
b.    Tidak menunjukkan ukuran fertilitas untuk keseluruhan wanita umur 15-49 tahun.

4.    Tingkat Fertilitas menurut Urutan Kelahiran (Birth Order Specific Fertility Rate)
Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat penting untuk mengukur tinggi rendahnya fertilitas suatu negara. Kemungkinan seorang istri menambah kelahiran tergantung pada jumlah anak yang telah dilahirkannya. Seorang istri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang masih hidup.

BOSFR = Jumlah kelahiran urutan ke iJumlah wanita umur 15-49 pertengahan tahun
atau
BOFR=BoiPf(15-49) x k
dimana:
BOSFR                                                                                 = Tingkat Fertilitas menurut Urutan Kelahiran
Boi            = Jumlaha kelahiran urutan ke 1
Pf (15-49) = Jumlah wanita umur 15-49 pertengahan tahun
k            = Bilangan konstan bernilai 1.000

d.      Total Fertility Rate (TFR)
Tingkat kelahiran total atau TFR adalah rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang wanita selama masa hidupnya (sampai akhir masa reproduksinya).

Rumus: TFR=5x7/i=1 ASFR
Keterangan:
i=kelompok umur 5 tahunan (15-19, 20-24, dst)
Tabel 1.1   Angka Fertilitas Total menurut Provinsi 1971, 1980, 1985, 1990,      
                  1991, 1994, 1998, dan 1999
Provinsi
1971
1980
1985
1990
1991
1994
1998
1999
Nanggroe Aceh Darussalam
6
5
4,79
4
3,76
3,3
2,78
2,69
Sumatera Utara
7
6
5
4
4,17
3,88
3,08
3
Sumatera Barat
6,18
6
5
4
3,6
3,19
2,94
2,87
R i a u
5,94
5
5
4
n.a
3,1
2,85
2,77
J a m b i
6,39
6
4,62
4
n.a
2,97
2,87
2,8
Sumatera Selatan
6
6
4,78
4
3,43
2,87
2,78
2,71
B e n g k u l u
7
6
5
4
n.a
3,45
2,83
2,77
L a m p u n g
6
5,75
5
4
3,2
3,45
2,74
2,66
DKI Jakarta
5
3,99
3,25
2
2,14
1,9
2
2
Jawa Barat
6
5
4
3
3
3,17
2,61
2,55
Jawa Tengah
5,33
4,37
3,82
3
2,85
2,77
2,41
2,37
DI Yogyakarta
5
3
2,93
2
2,04
1,79
2
2
Jawa Timur
4,72
4
3,2
2
2
2,22
2,02
2,02
B a l i
6
4
3,09
2
2
2,14
2
2
Nusa Tenggara Barat
7
6,49
6
5
3,82
3,64
3,12
3,05
Nusa Tenggara Timur
6
5,54
5,12
5
n.a
3,87
3,15
3,06
Kalimantan Barat
6
5,52
4,98
4
3,94
3,34
2,92
2,81
Kalimantan Tengah
7
5,87
5
4
n.a
2,31
2,86
2,81
Kalimantan Selatan
5
5
3,74
3
2,7
2,33
2,58
2,53
Kalimantan Timur
5
5
4,16
3
n.a
3,21
2,6
2,55
Sulawesi Utara
6,79
5
4
3
2,25
2,62
2,38
2,36
Sulawesi Tengah
6,53
5,9
5
4
n.a
3,08
2,78
2,72
Sulawesi Selatan
6
5
4
4
3,01
2,92
2,7
2,65
Sulawesi Tenggara
6
5,82
5,66
5
n.a
3,5
3
2,87
M a l u k u
7
6
5,61
5
n.a
3,7
2,92
2,82
Papua
7
5
5
5
n.a
3,15
3,03
2,96
INDONESIA
6
5
4
3
3
2,85
2,65
2,59
Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990 , Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1985 , Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991 dan 1994



F.       Ukuran-Ukuran Reproduksi

Ukuran reproduksi adalah ukuran yang berkenaan dengan kemampuan suatu penduduk untuk menggantikan dirinya, sehingga yang diperhatikan adalah bayi wanita saja.
a.     Gross Reproduction Rate (GRR)
adalah banyaknya wanita yang dilahirkan oleh suatu kelompok wanita.

Rumus: GRR=100/203TFR

Keterangan:
Dengan asumsi bahwa ratio jenis kelamin waktu lahir adalah 103.

b.     Net Reproduction Rate (NRR)
adalah jumlah anak wanita yang masih hidup sampai ia dapat melahirkan (menduduki tempat sebagai ibunya), yang diperhatikan adalah anak wanita saja yang diperkirakan akan mencapai atau bisa mencapai usia reproduksi.
d.        Child Woman Rate/ CWR
Perbandingan antara jumlah anak dibawah umur 5 tahun dengan wanita usia reproduksi. Adapun rumus perhitungan CWR sebagai berikut.
CWR= P0-4P f(15-49) x k 
Keterangan :
P0-4= Jumlah anak dibawah usia 5 tahun
Pf(15-49) = banyaknya wanita umur 15-49 tahun

Kelebihan pengukuran CWR adalah tidak usah membuat pertanyaan khusus untuk mendapatkan data yang diperlukan, dan pengukuran ini berguna untuk indikasi fertilitas di daerah kecil sebab di negara yang registrasinya cukup baik pun, statistik kelahiran tidak ditabulasikan untuk daerah yang kecil-kecil.

Kelemahannya yakni langsung dipengaruhi oleh kekurangan pelaporan tentang anak, yang sering terjadi di negara sedang berkembang. Walaupun kekurangan pelaporan juga terjadi di kelompok ibunya namun secara relatif kekurangan pelaporan pada anak-anak jauh lebih besar. Selain itu juga dipengaruhi oleh tingkat mortalitas, di mana tingkat mortalitas anakm khususnya di bawah 1 tahun juga lebih besar dari orang tua, sehingga CWR selalu lebih kecil daripada tingkat fertilitas yang seharusnya dan CWR tidak memperhitungkan distribusi umur dari penduduk wanita.





Sumber :

Becker, Gary S., “An Economic Analysis of Fertility” dalam Becker, Gary S., The Economic Approach to Human Behaviour, The University of Chicago, 1976, pp. 171-194

Becker, Gary S., A Treatise on the Family, Harvard University Press, London, England, 1981

Davis, Kingsley & Judith Blake, Struktur Sosial dan Fertilitas (Social structure and fertility: an analytical framework), Lembaga Kependudukan UGM, Yogyakarta, 1974

Freedman, Ronald, “Theories of fertility decline: a reappraisal” in Philip M. Hauser (ed.), World

Lee, Ronald D. & Rodolfo A. Bulatao, “The Demand for Children: A Critical Essay” dalam Bulatao & Lee (Ed.), Determinants of Fertility in Developing Countries Volume 1 Supply and Demand for Children, Academic Press, 1983, London

Hatmadji, Sri Harjati. 2004. Dasar-dasar Demografi. Edisi 2004. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta

Ida Bagoes Mantra. 2009. Demografi Umum. Edisi kedua. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Nerlove, Mark, Economic growth and population: Perspective of the new home economics, Agricultural Development Council, Inc, ADC Reprint Series, 1974 dikutip dari Robinson & Harbison, Ibid, p.4

Population and development, Syracuse University Press, New York, 1979.

Said Rusli. 1986. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES

Sri Rahayu Sanusi,SKM,Mkes. Masalah Kependudukan Di Negara Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara

Robinson, Warren C. & Sarah F. Harbison, Menuju Teori Fertilitas Terpadu (Toward a unified theory of fertility), Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan UGM, Yogyakarta, 1983

0 komentar:

Posting Komentar

turun lapang

turun lapang

turun lapang

turun lapang
Diberdayakan oleh Blogger.