I.
FERTILITAS
A. Pengertian Fertilitas
Fertilitas merupakan kemampuan berproduksi yang
sebenarnya dari penduduk (actual reproduction performance). Atau jumlah
kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang atau sekelompok perempuan.
Kelahiran yang dimaksud disini hanya mencakup
kelahiran hidup, jadi bayi yang dilahirkan menunjukan tanda-tanda hidup
meskipun hanya sebentar dan terlepas dari lamanya bayi itu dikandung.
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai
hasil reproduksi yang nyata dari seseorang wanita atau sekelompok wanita.
Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup.
Fekunditas, sebaliknya, merupakan potensi fisik untuk melahirkan anak. Jadi
merupakan lawan arti kata sterilitas. Natalitas mempunyai arti sama dengan
fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup peranan
kelahiran pada perubahan penduduk sedangkan natalitas mencakup peranan
kelahiran pada perubahan penduduk dan reproduksi manusia.
Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran
hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi dari rahim seorang wanita
dengan adanya tanda-tanda kehidupan, seperti bernapas, berteriak, bergerak,
jantung berdenyut dan lain sebagainya. Sedangkan paritas merupakan jumlah anak
yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada tanda-tanda
kehidupan, maka disebut dengan lahir mati (still live) yang di dalam
demografi tidak dianggap sebagai suatu peristiwa kelahiran.
Kemampuan fisiologis wanita untuk memberikan kelahiran
atau berpartisipasi dalam reproduksi dikenal dengan istilah fekunditas. Tidak
adanya kemampuan ini disebut infekunditas, sterilitas atau infertilitas
fisiologis.
Pengetahuan yang cukup dapat dipercaya mengenai
proporsi dari wanita yang tergolong subur dan tidak subur belum tersedia. Ada
petunjuk bahwa di beberapa masyarakat yang dapat dikatakan semua wanita kawin
dan ada tekanan sosial yang kuat terhadap wanita/ pasangan untuk mempunyai
anak, hanya sekiat satu atau dua persen saja dari mereka yang telah menjalani
perkawinan beberapa tahun tetapi tidak mempunyai anak. Seorang wanita dikatakan
subur jika wanita tersebut pernah melahirkan paling sedikit seorang bayi.
Pengukuran fertilitas lebih kompleks dibandingkan
dengan pengukuran mortalitas (kematian) karena seorang wanita hanya meninggal
sekali, tetapi dapat melahirkan lebih dari seorang bayi. Kompleksnya pengukuran
fertilitas ini karena kelahiran melibatkan dua orang (suami dan istri),
sedangkan kematian hanya melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal).
Seseorang yang meninggal pada hari dan waktu tertentu, berarti mulai saat itu
orang tersebut tidak mempunyai resiko kematian lagi. Sebaliknya, seorang wanita
yang telah melahirkan seorang anak, tidak berarti resiko melahirkan dari wanita
tersebut menurun.
Konsep-konsep lain yang terkait dengan pengertian
fertilitas yang penting untuk diketahui adalah:
a. Fecunditas adalah kemampuan secara potensial seorang
wanita untuk melahirkan anak.
b. Sterilisasi adalah ketidakmampuan seorang pria atau
wanita untuk menghasilkan suatu kelahiran.
c. Natalitas adalah kelahiran yang merupakan komponen
dari perubahan penduduk.
d. Lahir hidup (live birth) adalah anak yang dilahirkan
hidup (menunjukkan tanda-tanda kehidupan) pada saat dilahirkan, tanpa memperhatikan
lamanya di kandungan, walaupun akhirnya meninggal dunia.
e. Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan
umur kehamilan kurang dari 28 minggu.
f. Lahir mati (still birth) adalah kelahiran seorang bayi
dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukkan
tanda-tanda kehidupan. Tidak dihitung sebagai kelahiran.
B. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi dan Menentukan Fertilitas
Ada beragam faktor yang mempengaruhi dan menentukan
fertilitas baik yang berupa faktor demografi maupun faktor non-demografi. Yang
berupa faktor demografi diantaranya adalah struktur umur, umur perkawinan, lama
perkawinan, paritas, distrupsi perkawinan dan proporsi yang kawin sedangkan
faktor non-demografi dapat berupa faktor sosial, ekonomi maupun psikologi.
Teori-teori Tentang Fertilitas
1) Teori Penduduk Modern
a. Pandangan Merkantilisme
Dicetuskan oleh
machiavelly dan bodin idenya antara lain :
·
Kekuasaan dan
kesejahteraan Negara, terutama akumulasi uang dan logam mulia dipandang sebagai
sasaran utama kebijaksanaan nasional
·
Pertumbuhan penduduk
sangat penting, kebijaksanaan ditujukan untuk merangsang pertumbuhan penduduk,
memasang perkawinan dan pembantukan keluarga besar, meingkatkan kesehatan
masyarakat, mencegah arus emigrasi, dan meningkatkan imigrasi terutama pekerja
yang memiliki keterampilan tertentu.
·
Jumlah penduduk yang
banyak sebagai element penting dalam kekuatan negara.
b. Aliran Fisiokrat
Menurut Glide dan Rist konsep aliran fisiokrat yang
fundamental adalah
·
Tatanan alamiah yaitu
tanah dalam produksi merupakan aspek ekonomi yang menonjol
·
Pertumbuhan Produksi
pertanian dapat menunjang pertambahan jumlah penduduk.
c. Teori Aritmatik Politis
Dicetuskan oleh graut
dan petty teori ini menitik beratkan pada “betapa pentingnya jumlah penduduk
sebagai modal manusia”. Tenaga kerja disebutnya sebagai bapak yang merupakan
prinsip aktif dari kesejahteraan dan tanah disebutnya sebagai ibu. Petty
dianggap sebagai orang pertamanya yang mengembangkan pembagian penduduk dan
ekonomi dalam tahap kegiatan primer, sekunder dan tersier.
2)
Teori Penduduk Sosial
a.
Teori Maltus (1766 –
1834)
Essay maltus yang
pertama :
·
Makanan merupakan
unsur penting bagi kehidupan manusia
·
Nafsu manusia tidak
dapat dibendung dan ditahan, akibatnya pertambahan penduduk jauh lebih pesat
daripada pertumbuhan makanan. Penduduk bertambah menurut deret ukur sedangkan
makanan bertambah menurut deret hitung.
Selanjutnya maltus
mengakui bahwa penduduk bertambah tidak terlalu cepat karena:
·
Adanya rintangan yang
diderita mansuia berupa kejahatan dan kesengsaraan
·
Adanya
tendensi/teknolgi melipatgandakan bahan makanan
·
Adanya faktor
pencegah yang mengurangi ketimpangan antara jumlah.
Penduduk dan persediaan bahan makanan berupa positive
cheks dan preventive cheks. Pokok pikiran maltus berikutnya adalah :
·
kontrasepsi tidak
akan dapat menjadi preventive cheks yang efektif
·
tiap usaha untuk
menurunkan tingkat kelahiran adalah positive cheks, kecuali penundaan usia
perkawinan.
b.
Teori Transisi
Dikemukakan oleh
blacker (1948)
Pada dasarnya teori
ini menguraikan tentang perubahan dari satu stasioner ke stasioner yang lain.
Tahap transisi terjadi apabila mortalitas turun disusul dengan turunnya tingkat
kelahiran, sesudah transisi tingkat kematian dan kelahiran akan sama lagi.
Blacker mengemukakan 5 tahap ke 2 dan 3 adalah tahap yang bersifat transisi.
c.
Teori Neo Maltusian
Kelahiran seorang
bayi kedunia sebagai suatu tekanan terhadap lingkungan, setiap bayi yang lahir
memerlukan ruang, air, makanan, pakaian, transportasi, pendidikan, perawatan
kesehatan, dan pekerjaan setelah ia dewasa. Semakin banyak bai yang dilahirkan
semakin besar tekanan terhadap lingkungan dan pembangunan.
d.
Teori J.B Canning
Tanah merupakan ajang
yang efektif dibanding pertambahan penduduk, hasil pengeksplotasian tanah
tergantung pada 4 variable yaitu :
·
Kemajuan teknologi
·
Penemuan sintetris
bahan makanan
·
Jumlah penduduk
·
Luas tanah
Tapi ia lebih fokus
pada kemajuan teknologi dan penemuan sintetris bahan makanan.
e.
Teori Arsene Damont
“Kapilaritas Sosial”
Ia mengumapakan
individu bagai minyak dalam sumbu, ingin mencapai tingkat yang tertinggi. Angka
kelahiran akan turun pada saat orang berlomba-lomba untuk mencapai kemakmuran.
Arsene Dumont
sependapat dengan maltus bahwa over population akan terjadi akan tetapi
terhambat kebebasan individu yang semakin besar.
f.
Teori Nassau William
Senior
Cita-cita untuk
memperbaiki keluarga sama kuatnya dengan keinginan untuk menurunkan tingkat
keturunan. Akibatnya dalam suasana kehidupan yang normal, pertambahan penduduk
tidak mungkin lebih tinggi dari bahan kehidupan yang ada.
g.
Teori H. Leibenstein
Kelahiran akan
dipertimbangkan atas dasar perbandingan antara benefit and cost dari segi
benefit anak merupakan consumtion goods, production goods., dan nource of
security. Sementara biaya yang harus dikeluarkan dengan adanya anak adalah berupa
biaya langsung dan biaya tidak langsung.
h.
Teori edwin Cannan
dan franz Oppenheimer
Kedua tokoh ini
membantah teori maltus mereka berpendapat :
·
Pengaruh kemunduran
akan kenaikan dapat dilenyapkan seiring kemajuan teknik pertanian dan
perindustrian.
·
Pertambahan jumlah
penduduk menyebabkan perbaikan teknik pertanian dan perindustrian yang akan
mempertinggi produktivitas.
·
Edwin mengakui bahwa
suatu waktu manusia akan mengalami berlakunya “point of maximum return”. Hanya
saja waktu itu dapat diperpanjang.
Franz Oppenheimer
mendukung Pernyataan Edwin bahawa :
·
akan kenaikan hasil
dapat dikurangi oleh perbaikan teknik dalam pertanian.
·
Pertambahan penduduk
dapat memperbaiki teknik pertanian
·
Pada masa yang laa
perimbangan akan pertambahan penduduk dan perbekalan hidup akan tertanggu
i.
Teori Alexander,
Morriscar dan Sauders
“economically
desirable number”
·
Orang selalu berusaha
mencapai jumlah optimum
·
Sejumlah itulah yang
diperhitungan terhadap lingkungan alam.
j.
John Stuart Mill
Ia menerima teori
maltus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan makanan
tetapi :
·
Pada situasi tertentu
manusia dapat mempengaruhi perilaku Demo grafisnya
·
Apabila produktivitas
seseorang tinggi ia cenderung ingin mempunyai keluarga yang kecil.
k.
Durkheim
Pada suatu wilayah
dimana angka kepadatan penduduknya tinggi akibat dari tingginya laju
pertumbuhan penduduk, akan timbul persaingan sempurna. Dalam memenangkan
persaingan setiap orang berusaha untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan
serta megambil spesialisasi tertentu.
3)
Teori Penduduk
Natural
a.
Raymond S. Pearl
Ia mengemukakan teori
universal tentang pertumbuhan penduduk yang didasarkan atas dugaan atau asumsi
biologi dan geografi. Tiap penduduk mula-mula mengalami pertambahan atau
kenaikan jumlah sangat lambat, yang makin lama makin cepat mencapai titik
tengah daur, dan kemduaian makin berkurang pertambahannya hingga mencapai akhir
daur pertumbuhan. Daur tersebut mengikuti kurva normal atau kurva logistik.
b.
Ginni
Dikemukakan oleh
Corrado Ginni, pertumbuhan penduduk oleh ginni dilihat dari sudut pendangan
statistik biologi, dan ia percaya bahwa tendensi reproduksi. Penduduk mengikuti
kurva parabola matematik. Penduduk mengalami tingkat muda pada permulaan dengan
pertumbuhan cepat kemudian mencapai kedewasaan, menjadi tua, dan menurun
jumlahnya. Karena faktor kelelahan Reproduksi.
c.
Thomas Doudleday
Ia menghubungkan
pertumbuhan penduduk dengan makanan. Pertumbuhan penduduk akan tinggi jika
masyarakat kurang makan. Pada masyarakat yang makanan penduduknya melimpah,
terjadi penurunan pertumbuhan penduduk.
d.
Herbert Sepncer
Dasar Teorinya adalah
perbandingan energi yang digunakan untuk kegiatan peroduksi dengan energi yang
digunakan untuk bereproduksi. Ia berpendapat over population pasti terjadi,
tetapi dapat ditahan dengan menggunakan energi otak.
e.
Pitrin A. Sorokin, O.
Spencer, dan O.E. Baker
Mereka berpendapat
bahwa pengaruh budaya terhadap unsur biologis akan menyebabkan terjadinya
penurunan pertumbuhan penduduk.
4) Teori Sosiologi tentang Fertilitas (Davis dan
Blake: Variabel Antara)
Kajian tentang fertilitas pada dasarnya bermula dari
disiplin sosiologi. Sebelum disiplin lain membahas secara sistematis tentang
fertilitas, kajian sosiologis tentang fertilitas sudah lebih dahulu dimulai.
Sudah amat lama kependudukan menjadi salah satu sub-bidang sosiologi. Sebagian
besar analisa kependudukan (selain demografi formal) sesungguhnya merupakan
analisis sosiologis. Davis and Blake (1956), Freedman (1962), Hawthorne (1970)
telah mengembangkan berbagai kerangka teoritis tentang perilaku fertilitas yang
pada hakekatnya bersifat sosiologis.
Dalam tulisannya yang berjudul “The Social
structure and fertility: an analytic framework (1956)”2 Kingsley Davis dan
Judith Blake melakukan analisis sosiologis tentang fertilitas. Davis and Blake
mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas melalui apa yang
disebut sebagai “variabel antara” (intermediate variables).
Menurut Davis dan Blake faktor-faktor sosial, ekonomi
dan budaya yang mempengaruhi fertilitas akan melalui “variabel antara”. Ada 11
variabel antara yang mempengaruhi fertilitas, yang masing-masing dikelompokkan
dalam tiga tahap proses reproduksi sebagai berikut:
Intermediate variables of fertility
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hubungan
kelamin (intercouse variables):
Faktor-faktor yang mengatur tidak
terjadinya hubungan kelamin:
1)
Umur mulai hubungan
kelamin
2)
Selibat permanen:
proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan hubungan kelamin
3)
Lamanya masa
reproduksi sesudah atau diantara masa hubangan kelamin:
·
Bila kehidupan suami
istri cerai atau pisah
·
Bila kehidupan suami
istri nerakhir karena suami meninggal dunia
Faktor-faktor yang mengatur
terjadinya hubungan kelamin
1)
Abstinensi sukarela
2)
Berpantang karena
terpaksa (oleh impotensi, sakit, pisah sementara)
3)
Frekuensi hubungan
seksual
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konsepsi (conception
variables):
1)
Kesuburan atau
kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak disengaja
2)
Menggunakan atau
tidak menggunakan metode kontrasepsi:
·
Menggunakan cara-cara
mekanik dan bahan-bahan kimia
·
Menggunakan cara-cara
lain
3)
Kesuburan atau
kemandulan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disengaja (sterilisasi,
subinsisi, obat-obatan dan sebagainya)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kehamilan dan
kelahiran (gestation variables)
1)
Mortalitas janin yang
disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak disengaja
2)
Mortalitas janin oleh
faktor-faktor yang disengaja
Menurut Davis dan Blake, setiap variabel diatas
terdapat pada semua masyarakat.Sebab masing-masing variabel memiliki pengaruh
(nilai) positif dan negatifnya sendiri-sendiri terhadap fertilitas. Misalnya,
jika pengguguran tidak dipraktekan maka variabel nomor 11 tersebut bernilai
positif terhadap fertilitas. Artinya, fertilitas dapat meningkat karena tidak
ada pengguguran. Dengan demikian ketidak-adaan variabel tersebut juga suatu
masyarakat masing-masing variabel bernilai negatif atau positif maka angka
kelahiran yang sebenarnya tergantung kepada neraca netto dari nilai semua
variabel.
Ronald Freedman: Variabel Antara dan Norma Sosial
Menurut Freedman variabel antara yang mempengaruhi
langsung terhadap fertilitas pada dasarnya juga dipengaruhi oleh norma-norma
yang berlaku di suatu masyarakat. Pada akhirnya perilaku fertilitas seseorang
dipengaruhi norma-norma yang ada yaitu norma tentang besarnya keluarga dan
norma tentang variabel antara itu sendiri. Selanjutnya norma-norma tentang
besarnya keluarga dan variabel antara di pengaruhi oleh tingkat mortalitas dan
struktur sosial ekonomi yang ada di masyarakat.
Menurut Freedman intermediate variables yang
dikemukakan Davis-Blake menjadi variabel antara yang menghubungkan antara
“norma-norma fertilitas” yang sudah mapan diterima masyarakat dengan jumlah
anak yang dimiliki (outcome). Ia mengemukakan bahwa “norma fertilitas”
yang sudah mapan diterima oleh masyarakat dapat sesuai dengan fertilitas yang
dinginkan seseorang. Selain itu, norma sosial dianggap sebagai faktor yang
dominan. Secara umum Freedman mengatakan bahwa:
“Salah satu prinsip dasar sosiologi adalah bahwa bila
para anggota suatu masyarakat menghadapi suatu masalah umum yang timbul
berkali-kali dan membawa konsekuensi sosial yang penting, mereka cenderung
menciptakan suatu cara penyelesaian normatif terhadap masalah tersebut. Cara
penyelesaian ini merupakan serangkaian aturan tentang bertingkah laku dalam
suatu situasi tertentu, menjadi sebagian dari kebudayaannya dan masyarakat
mengindoktrinasikan kepada para anggotanya untuk menyesuaikan diri dengan norma
tersebut baik melalui ganjaran (rewards) maupun hukuman (penalty) yang implisit
dan eksplisit. ... Karena jumlah anak yang akan dimiliki oleh sepasang suami
isteri itu merupakan masalah yang sangat universal dan penting bagi setiap
masyarakat, maka akan terdapat suatu penyimpangan sosiologis apabila tidak
diciptakan budaya penyelesaian yang normatif untuk mengatasi masalah ini”
Jadi norma merupakan “resep” untuk membimbing
serangkaian tingkah laku tertentu pada berbagai situasi yang sama. Norma
merupakan unsur kunci dalam teori sosiologi tentang fertilitas. Dalam artikelnya
yang berjudul “Theories of fertility decline: a reappraisal” (1979).
Freedman juga mengemukakan bahwa tingkat fertilitas
yang cenderung terus menurun di beberapa negara pada dasarnya bukan semata-mata
akibat variabel-variabel pembangunan makro seperti urbanisasi dan
industrialisasi sebagaimana dikemukakan oleh model transisi demografi klasik
tetapi berubahnya motivasi fertilitas akibat bertambahnya penduduk yang melek
huruf serta berkembangnya jaringan-jaringan komunikasi dan transportasi.
Menurut Freedman, tingginya tingkat modernisasi tipe
Barat bukan merupakan syarat yang penting terjadinya penurunan fertilitas.
Pernyataan yang paling ekstrim dari suatu teori sosiologi tentang fertilitas
sudah dikemukakan oleh Judith Blake. Ia berpendapat bahwa “masalah ekonomi
adalah masalah sekunder bukan masalah normatif”; jika kaum miskin mempunyai
anak lebih banyak daripada kaum kaya, hal ini disebabkan karena kaum miskin
lebih kuat dipengaruhi oleh norma-norma pro-natalis daripada kaum kaya.
Teori Ekonomi tentang Fertilitas
Pandangan bahwa faktor-faktor ekonomi mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap fertilitas bukanlah suatu hal yang baru. Dasar
pemikiran utama dari teori ‘transisi demografis’ yang sudah terkenal luas
adalah bahwa sejalan dengan diadakannya pembangunan sosial-ekonomi, maka
fertilitas lebih merupakan suatu proses ekonomis dari pada proses biologis.
Berbagai metode pengendalian fertilitas seperti
penundaan perkawinan, senggama terputus dan kontrasepsi dapat digunakan oleh
pasangan suami istri yang tidak menginginkan mempunyai keluarga besar, dengan
anggapan bahwa mempunyai banyak anak berarti memikul beban ekonomis dan
menghambat peningkatan kesejahteraan sosial dan material. Bahkan sejak awal
pertengahan abad ini, sudah diterima secara umum bahwa hal inilah yang
menyebabkan penurunan fertilitas di Eropa Barat dan Utara dalam abad 19.
Leibenstein dapat dikatakan sebagai peletak dasar dari apa yang dikenal dengan
“teori ekonomi tentang fertilitas”. Menurut Leibenstein tujuan teori ekonomi
fertilitas adalah:
“untuk merumuskan suatu teori yang menjelaskan
faktor-faktor yang menentukan jumlah kelahiran anak yang dinginkan per
keluarga. Tentunya, besarnya juga tergantung pada berapa banyak kelahiran yang
dapat bertahan hidup (survive). Tekanan yang utama adalah bahwa cara bertingkah
laku itu sesuai dengan yang dikehendaki apabila orang melaksanakan
perhitungan-perhitungan kasar mengenai jumlah kelahiran anak yang dinginkannya.
Dan perhitungan perhitungan yang demikian ini tergantung pada keseimbangan antara
kepuasan atau kegunaan (utility) yang diperoleh dari biaya tambahan kelahiran
anak, baik berupa uang maupun psikis. Ada tiga macam tipe kegunaan yaitu (a)
kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai suatu ‘barang konsumsi’ misalnya
sebagai sumber hiburan bagi orang tua; (b) kegunaan yang diperoleh dari anak
sebagai suatu sarana produksi, yakni, dalam beberapa hal tertentu anak
diharapkan untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu dan menambah pendapatan
keluarga; dan (c) kegunaan yang diperoleh dari anak sebagai sumber ketentraman,
baik pada hari tua maupun sebaliknya”.
Menurut Leibenstein anak dilihat dari dua aspek yaitu
aspek kegunaannya (utility) dan aspek biaya (cost). Kegunaannya
adalah memberikan kepuasaan, dapat memberikan balas jasa ekonomi atau membantu
dalam kegiatan berproduksi serta merupakan sumber yang dapat menghidupi orang
tua di masa depan. Sedangkan pengeluaran untuk membesarkan anak adalah biaya
dari mempunyai anak tersebut. Biaya memiliki tambahan seoarang anak dapat
dibedakan atas biaya langsung dan biaya tidak langsung. Yang dimaksud biaya
langsung adalah biaya yang dikeluarkan dalam memelihara anak seperti memenuhi
kebutuhan sandang dan pangan anak sampai ia dapat berdiri sendiri. Yang
dimaksud biaya tidak langsung adalah kesempatan yang hilang karena adanya
tambahan seoarang anak. Misalnya, seoarang ibu tidak dapat bekerja lagi karena
harus merawat anak, kehilangan penghasilan selama masa hamil, atau berkurangnya
mobilitas orang tua yang mempunyai tanggungan keluarga besar (Leibenstein,
1958).
Menurut Leibenstein, apabila ada kenaikan pendapatan
maka aspirasi orang tua akan berubah. Orang tua menginginkan anak dengan
kualitas yang baik. Ini berarti biayanya naik. Pengembangan lebih lanjut
tentang ekonomi fertiitas dilakukan oleh Gary S. Becker dengan artikelnya yang
cukup terkenal yaitu “An Economic Analysis of Fertility”.
Menurut Becker anak dari sisi ekonomi pada dasarnya
dapat dianggap sebagai barang konsumsi (a consumption good, consumer’s
durable) yang memberikan suatu kepuasan (utility) tertentu bagi
orang tua. Bagi banyak orang tua, anak merupakan sumber pendapatan dan kepuasan
(satisfaction). Secara ekonomi fertilitas dipengaruhi oleh pendapatan
keluarga, biaya memiliki anak dan selera. Meningkatnya pendapatan (income)
dapat meningkatkan permintaan terhadap anak.
Karya Becker kemudian berkembang terus antara lain
dengan terbitanya buku A Treatise on the Family. Perkembangan
selanjutnya analisis ekonomi fertilitas tersebut kemudian membentuk teori baru
yang disebut sebagai ekonomi rumah tangga (household economics).
Analisis ekonomi fertilitas yang dilakukan oleh Becker kemudian diikuti pula
oleh beberapa ahli lain seperti Paul T. Schultz, Mark Nerlove, Robert J. Willis
dan sebagainya. Dalam tulisannya yang berjudul Economic growth and
population: Perspective of the new home economics6 Nerlove mengemukakan:
“Ekonomi rumah tangga terdiri dari empat unsur utama,
yaitu (a) suatu fungsi kegunaan. Yang dimaksud kegunaan disini bukanlah dalam
arti komoditi fisik melainkan berbagai kepuasan yang dihasilkan rumah tangga;
(b) suatu teknologi produksi rumah tangga; (c) suatu lingkungan pasar tenaga
kerja yang menyediakan sarana untuk merubah sumber-sumber daya rumah tangga
menjadi komoditi pasar; dan (d) sejumlah keterbatasan sumber-sumber daya rumah
tangga yang terdiri dari harta warisan dan waktu yang tersedia bagi setiap
anggota rumah tangga untuk melakukan produksi rumah tangga dan kegiatankegiatan
pasar. Waktu yang tersedia dapat berbeda-beda kualitasnya, dan dalam hal ini
tentunya termasuk juga sumberdaya manusia (human capital) yang diwariskan dan
investasi sumberdaya manusia dilakukan oleh suatu generasi baik untuk
kepentingan tingkah laku generasi-generasi yang akan datang maupun untuk
kepentingan tingkah laku sendiri”
Dalam analisis ekonomi fertilitas dibahas mengapa
permintaan akan anak berkurang bila pendapatan meningkat; yakni apa yang
menyebabkan harga pelayanan anak berkaitan dengan pelayanan komoditi lainnya
meningkat jika pendapatan meningkat?
New household economics berpendapat bahwa (a) orang
tua mulai lebih menyukai anak-anak yang berkualitas lebih tinggi dalam jumlah
yang hanya sedikit sehingga “harga beli” meningkat; (b) bila pendapatan dan
pendidikan meningkat maka semakin banyak waktu (khususnya waktu ibu) yang
digunakan untuk merawat anak. Jadi anak menjadi lebih mahal.
Di dalam setiap kasus, semua pendekatan ekonomi
melihat fertilitas sebagai hasil dari suatu keputusan rasional yang didasarkan
atas usaha untuk memaksimalkan fungsi utility ekonomis yang cukup rumit
yang tergantung pada biaya langsung dan tidak langsung, keterbatasan
sumberdaya, selera. Topik-topik yang dibahas dalam ekonomi fertilitas antara
berkaitan dengan pilihan-pilihan ekonomi seseorang dalam menentukan fertilitas
(jumlah dan kualitas anak). Pertimbangan ekonomi dalam menentukan fertilitas
terkait dengan income, biaya (langsung maupun tidak langsung), selera,
modernisasi dan sebagainya.
Sejalan dengan apa yang telah dikemukakan Becker,
Bulato menulis tentang konsep demand for children and supply of
children. Konsep demand for children dan supply of children dikemukakan
dalam kaitan menganalisis economic determinan factors dari fertilitas.
Bulatao mengartikan konsep demand for children sebagai jumlah anak yang
dinginkan. Termasuk dalam pengertian jumlah adalah jenis kelamin anak,
kualitas, waktu memliki anak dan sebagainya.
Konsep demand for children diukur melalui
pertanyaan survey tentang “jumlah keluarga yang ideal atau diharapkan atau
diinginkan”. Pertanyaannya, apakah konsep demand for children berlaku di
negara berkembang. Apakah pasangan di negara berkembang dapat memformulasikan
jumlah anak yang dinginkan? Menurut Bulato, jika pasangan tidak dapat
memformulasikan jumlah anak yang dinginkan secara tegas maka digunakan konsep latent
demand dimana jumlah anak yang dinginkan akan disebut oleh pasangan ketika
mereka ditanya.
Menurut Bulatao, modernisasi berpengaruh terhadap demand
for children dalam kaitan membuat latent demand menjadi efektif.
Menurut Bulatao, demand for children dipengaruhi (determined) oleh
berbagai faktor seperti biaya anak, pendapatan keluarga dan selera. Dalam
artikel tersebut Bulato membahas masing-masing faktor tersebut (biaya anak,
pendapatan, selera) secara lebih detail. Termasuk didalamnya dibahas apakah
anak bagi keluarga di negara berkembang merupakan “net supplier “ atau tidak.
Sedang supply of children diartikan sebagai banyaknya anak yang bertahan
hidup dari suatu pasangan jika mereka tidak berpisah/cerai pada suatu batas
tertentu. Supply tergantung pada banyaknya kelahiran dan kesempatan untuk
bertahan hidup. Supply of children berkaitan dengan konsep kelahiran
alami (natural fertility).
Menurut Bongart dan Menken fertilitas alami dapat
diidentifikasi melalui lima hal utama, yaitu:
1)
Ketidak-suburan
setelah melahirkan (postpartum infecundibality)
2)
Waktu menunggu untuk
konsepsi (waiting time to conception)
3)
Kematian dalam
kandungan (intraurine mortality)
4)
Sterilisasi permanen
(permanent sterility)
5)
Memasuki masa
reproduksi (entry into reproductive span)
Analisis ekonomi tentang fertilitas juga dikemukakan
oleh Richard A. Easterlin. Menurut Easterlin permintaan akan anak sebagian
ditentukan oleh karakteristik latar belakang individu seperti agama,
pendidikan, tempat tinggal, jenis/tipe keluarga dan sebagainya. Setiap keluarga
mempunyai norma-norma dan sikap fertilitas yang dilatarbelakangi oleh
karakteristik diatas. Easterlin juga mengemukakan perlunya menambah seperangkat
determinan ketiga (disamping dua determinan lainnya: permintaan anak dan biaya
regulasi fertilitas) yaitu mengenai pembentukan kemampuan potensial dari anak.
Hal ini pada gilirannya tergantung pada fertilitas alami (natural fertility)
dan kemungkinan seorang bayi dapat tetap hidup hingga dewasa.
Fertilitas alami sebagian tergantung pada
faktor-faktor fisiologis atau biologis, dan sebagian lainnya tergantung pada
praktek-praktek budaya. Apabila pendapatan meningkat maka terjadilah perubahan
“suplai” anak karena perbaikan gizi, kesehatan dan faktor-faktor biologis
lainnya. Demikian pula perubahan permintaan disebabkan oleh perubahan
pendapatan, harga dan “selera”. Pada suatu saat tertentu, kemampuan suplai
dalam suatu masyarakat bisa melebihi permintaan atau sebaliknya.
Easterlin berpendapat bahwa bagi negara-negara
berpendapatan rendah permintaan mungkin bisa sangat tinggi tetapi suplainya
rendah, karena terdapat pengekangan biologis terhadap kesuburan. Hal ini
menimbulkan suatu permintaan “berlebihan” (excess demand) dan juga
menimbulkan sejumlah besar orang yang benar-benar tidak menjalankan
praktek-praktek pembatasan keluarga. Di pihak lain, pada tingkat pendapatan
yang tinggi, permintaan adalah rendah sedangkan kemampuan suplainya tinggi,
maka akan menimbulkan suplai “berlebihan” (over supply) dan meluasnya
praktek keluarga berencana. John C. Caldwell juga melakukan analisis fertilitas
dengan pendekatan ekonomi sosiologis.
Tesis fundamentalnya adalah bahwa tingkah laku
fertilitas dalam masyarakat pra-tradisional dan pasca-transisional itu dilihat
dari segi ekonomi bersifat rasional dalam kaitannya dengan tujuan ekonomi yang
telah ditetapkan dalam masyarakat, dan dalam arti luas dipengaruhi juga oleh
faktor-faktor biologis dan psikologis.
Teori Caldwell menekankan pada pentingnya peranan
keluarga dalam arus kekayaan netto (net wealth flows) antar generasi dan
juga perbedaan yang tajam pada regim demografis pra-transisi dan
pasca-transisi. Caldwell mengatakan bahwa “sifat hubungan ekonomi dalam
keluarga” menentukan kestabilan atau ketidak-stabilan penduduk. Jadi
pendekatannya lebih menekankan pada dikenakannya tingkah laku fertilitas
terhadap individu (atau keluarga inti) oleh suatu kelompok keluarga yang lebih
besar (bahkan yang tidak sedaerah) dari pada oleh “norma-norma” yang sudah
diterima masyarakat. Seperti diamati oleh Caldwell, didalam keluarga
selalu terdapat tingkat eksploitasi yang besar oleh suatu kelompok (atau
generasi) terhadap kelompok atau generasi lainnya, sehingga jarang dilakukan
usaha pemaksimalan manfaat individu. Selain teori yang disajikan dalam tulisan
ini masih banyak teori lain yang membahas fertilitas. Namun karena keterbatasan
tempat tidak semua teori fertilitas dapat disajikan dalam tulisan ini.
C.
Beberapa Penyebab
Infertilitas
Banyak faktor
yang menyebabkan mengapa seorang
wanita tidak bisa atau sukar menjadi
hamil setelah kehidupan seksual
normal yang cukup lama. Diantara
faktor-faktor tersebut yaitu faktor organik/fisiologik, faktor ketidakseimbangan jiwa dan kecemasan berlebihan.
Dimic dkk di Yugoslavia mendapatkan 554 kasus (81,6%)
dari 678 kasus pasangan
infertil disebabkan oleh kelainan organik,
dan 124 kasus (18,4%) disebabkan oleh faktor
psikologik. Ingerslev dalam
penelitiannya
mengelompokkan penyebab infertilitas menjadi 5 kelompok
yaitu
faktor
anatomi, endokrin, suami, kombinasi, dan tidak
diketahui (unexplained infertility)
Hal-hal yang terjadi
diluar seperti lingkungan, budaya, dan lain-lain tidak berpengaruh secara
langsung terhadap fertilitas, melainkan melalui variabel-variabel antara.
Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
- Faktor yang mempengaruhi kemungkinan hubungan seks (variabel hubungan seks)
Meliputi dimulai dan diakhirnya hubungan seks (ikatan
seksual) dalam usia reproduksi.
a.
Usia memulai hbungan
seks ( usia kawin pertama).
Semakin banyak usia kawin
pertama dalam usia muda maka fertilitasnya positif tetapi sering dipengaruhi
oleh faktor-faktor lain yang mempengaruhi konsepsi dan kehamilan. Meskipun
misalnya senggama dapat dimulai pada usia muda kehamilan dan kelahiran dapat
dicegah.
Pada masyarakat pra
industri umur kawin pada umumnya muda, dan nilai fertilitas pada variabel ini
biasanya positif, sedangkan pada variabel lainnya nilai fertilitas sering
negatif. Hal ini dikarenakan pada masyarakat pra industri angka mortalitasnya
tinggi dari tahun ke tahun dan di ancam oleh mingkatnya angka motralitas secara
tiba-tiba sehingga dengan kawin muda diharapkan nilai fertilitas akan meningkat
guna mengimbangi jumlah penduduk yang mengalami kamatian.
b.
Selibat permanen
Selibat permanen
adalah proporsi wanita yang tidak pernah mengadakan hubungan seks. Selibat
permanen dan kawin tua dapat memberi hasil minus pada fertilitas dengan cara
harus ada pertarakan diluar perkawinan atau alat-alat yang mencegah kelahiran
bayi bila diadakan hubungan kelamin. Namun selibat permanen pengaruhnya yang
negatif terhadap fertilitas tidak seberapa karena jarang ditemukan sejumlah
penduduk yang lebih dari 20% wanitanya melewatkan masa reproduksinya tanpa
pernah kawin sekalipun.
c.
Perpisahan pada usia
Reproduksi
Bila ikatan perkawinan
putus karena perceraian, perpisahan ditinggal suami, atau karena suami
meninggal dunia, dan wanitanya tidak menikah lagi maka nilai fertilitas
negatif, tetapi jika menikah lagi nilai fertilitasnya positif, walaupun mereka
telah kehilangan sedikit kesempatan untuk mengadakan hubungan kelamin.
Meliputi kemungkinan hubungan seks selama dalam ikatan
seksual
a.
Abstinensi dengan sengaja atau sukarela
Abstinensi sukarela atau sengaja yang berupa larangan
atau pantangan berhubungan seks meliputi 5 macam yaitu :
·
sehabis melahirkan
(postfartum)
·
berhenti seterusnya
(terminan)
·
berhenti berkala
·
dalam keadaan
mengandung
·
dan selama masa haid
Namun absitensi
sukarela atau abstinensi sengaja tersebut kecil pengaruhnya terhadap
fertilitas, karena adanya pengaruh dari kebudayaan.
b.
Absinensi terpaksa
Absinensi terpaksa
dapat terjadi karena impotensi, sakit dan perpisahan yang tak terelakkan tetapi
hanya bersifat sementara misalnya suami bekerja diluar daerah, pada variabel
ini mempunyai pengaruh yang rendah terhadap fertilitas.
c.
Frekuensi Hubungan
Kelamin
Variabel ini kecil
pegaruhnya terhadap nilai fertilitas karena meskipun orang sendiri dapat
mengaturnya namun kenyataannya hal ini sangat pribadi dan sangat tergantung
pada kemampuan fisik untuk diatur oleh segi kebudayaan.
Sumapraja membagi masalah
infertilitas dalam
beberapa kelompok yaitu air mani,
masalah vagina, masalah serviks,
masalah uterus, masalah
tuba, masalah ovarium,
dan masalah peritoneum.
1. Masalah air
mani
meliputi karakteristiknya yang
terdiri
dari
:
·
koagulasinya dan likuefas
·
viskositas,
·
rupa dan bau,
volume,
·
pH dan adanya fruktosa dalam air mani.
·
Pemeriksaan mikroskopis
spermatozoa dan uji ketidak cocokan imunologi dimasukkan juga kedalam masalah
air mani.
2. Masalah vagina kemungkinan adanya sumbatan atau peradangan yang mengirangi kemampuan menyampaikan air mani kedalam vagina sekitar serviks.
3. Masalah serviks meliputi keadaan anatomi serviks,
bentuk kanalis servikalis sendiri dan keadaan lendir serviks.
Uji pasca senggama merupakan test yang erat berhubungan
dengan faktor serviks dan imunologi.
4. Masalah uterus meliputi kontraksi
uterus, adanya distorsi kavum
uteri
karena
sinekia,mioma atau
polip,
peradangan
endometrium.
Masalah
uterus
ini
menggangu dalam hal implantasi, pertumbuhan intra uterin, dan nutrisi
serta
oksigenasi
janin.
Pemeriksaan untuk
masalah uterus ini meliputi biopsi
endometrium,histerosalpingografi
dan histeroskopi.
5. Masalah tuba merupakan yang paling sering ditemukan (25-50%).
Penilaian patensi tuba merupakan salah satu
pemeriksaan terpenting
dalam pengelolhan infertilitas.
6. Masalah ovarium meliputi ada tidaknya
ovulasi, dan fungsi
korpus luteum. Fungsi
hormonal berhubungan dengan masalah
ovarium, ini yang dapat dinilai beberapa pemeriksaan antara lain perubahan
lendir
serviks,
suhu
basal
badan,
pemeriksaan hormonal dan biopsi endometrium.
7. Masalah imunologi
biasanya dibahas bersama-sama masalah lainnya
yaitu masalah serviks dan masalah air mani karena memang kedua faktor ini erat hubungannya dengan mekanisme
imunologi.
D. Faktor Imunologi
Sebagai Penyebab Infertilitas
Dulu orang
masih bertanya-tanya apakah
faktor imunologi besar
peranannya dalam infertilitas.
Para iluwan masih meragukan, bingung dan
timbul berbagai pendapat yang saling kontradiksi. Jones pada penelitian nya
mengajukan teori bahwa faktor imunologi berpengaruh pada
beberapa tahap dalm proses
reproduksi manusia, mulai
dari masa gamet dan telur yang
dibuahi. Sebagaimana hormon, jaroingan dan cairan sekresi yang berhubungan
dengan traktus genitalia potensial bersipat
antigenik dan mampu menimbulkan suatu respon imun.
Suatu antigen
akan mengalami beberapa
proses dalam tubuh
kita akibat sistem imunitas tubuh. Antigen tersebut akan
difagositosis sebagai respon imun nonspesifik dari tubuh. Dapat juga
terjadi penghancuran sel (sitolisis) melalui peranan sel T-sitotoksis.
Mekanisme lain yaitu
dengan membentuk antibodi
dengan bantuan makrofag,
sel T helper dan selT supresor.
Se-sel ini memberikan sinyal-sinyal kepada limfosit B sehingga berdifensiasi
menjadi sel plasma dan membentuk antibodi spesifik. Antibodi ini melalui
beberapa jalan menyebabkan
penghancuran antigen antara
lain membentuk komplek antibodi komplemen menyebabkan lisis,
antibody dependent cell mediated cytotoxicity (ADCC) menimbulkan
sitolisis, atau fagositosis spesifik.
Pada beberapa
wanita
antigen
sperma menyebabkan timbulnya
antibodi
terhadap
antigen spesifik atau permukaan pada sperma dan menyebabkan infertilitas. Menurut Burnett, antigen jaringan yang
telah
ada dalam tubuh sebelum sistem imunologik
berfungsi dikenal sebagai
self antigen, sedangkan
antigen jaringan yang timbul setelah
sistem imunologik berfungsi sebagai
non self antigen.
Spermatozoa dapat
digolongkan self antigen karena
diproduksi jauh setelah
sistem imunologik
berfungsi,
sehingga ia dianggap sebagai
antigen asing. Antigen
tersebut dapat berasal dari spermatozoa sendiri,
atau dari plasma semen.
Selain itu dapat juga terjadi
keadaan autoimun terhadap semen dan komponen sperma
yang biasanya
terjadi
pada
suami yang pernah
mengalami
proses
pada
genitalianya
termasuk vasektomi dan infeksi (mumps). Beberapa penyakit autoimun dapat
menyebabkan suatu keadaan infertilitas. Geva dalam tulisannya
tentang autoimunitas dan
reproduksi mendapatkan
bahwa
banyaknya
autoantibodi
dalam
serum
berhubungan
dengan kegagalan kehamilan yang berulang, endometriosis,
kegagalan ovarium prematur (prematur
ovarian failure/POF), infertilitas yang tak jelas penyebabnya(unexplained infertility), dan kegagalan fertilisasi invitro (IVF). Beberapa jenis
antibodi yang
dapat dideteksi antara lain
antibodi antifosfolipid (APA), antibodi antikardiolipin dan antikoagulan lupus, antibodi antinuklear (ANA), Antibodi
anti-DNA, faktor rhematoid,
antibodi antitiroid, autoantibodi anti oavarium, dan antibodi
otot polos (smooth muscle antibodies).
Dalam tulisannya Geva berkesimpulan
bahwa
abnormalitas autoimun
mungkin menyebabkan kegagalan reproduksi
(infertilitas) dan sebaliknya kegagalan reproduksi dapat
merupakan manifestasi awal
dari
penyakit
autoimun
yang
belum
terdiagnosis.
E.
Cara Mengukur Kelahiran
Kompleksnya
pengukuran fertilitas, karena kelahiran melibatkan dua orang (suami dan isteri),
sedangkan kelahiran hanya melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal).
Masalah yang lain yang dijumpai dalam pengukuran fertilitas adalah tidak semua
perempuan mengalami resiko melahirkan karena ada kemungkinan beberapa dari
mereka tidak mendapat pasangan untuk berumah tangga. Juga ada beberapa
perempuan yang bercerai, menjanda. Dalam teori fertilitas, perlu diperhatikan
beberapa hal, antara lain :
1.
Angka laju fertilitas
menunjukkan dua pilihan jangka waktu, yaitu jumlah kelahiran selama jangka
waktu pendek (biasanya satu tahun), dan jumlah kelahiran selama jangka waktu
panjang (selama usia reproduksi).
2.
Suatu kelahiran
disebut “lahir hidup” (liva birth) apabila pada waktu lahir terdapat
tanda-tanda kehidupan, misalnya menangis, bernafas, jantung berdenyut. Jika
tidak ada tanda-tanda kehidupan tersebut disebut “lahir mati” (still birth)
yang tidak diperhitungkan sebagai kelahiran dalam fertilitas.
3.
Pengukuran fertilitas
lebih rumit daripada pengukuran mortalitas karena:
a.
Seorang wanita dapat melahirkan
beberapa kali, sedangkan ia hanya meninggala satu kali.
b.
Kelahiran melibatkan
dua orang (suami-isteri), sedangkan kematian melibatkan satu orang saja.
c. Tidak semua wanita mengalami peristiwa melahirkan,
mungkin karena tidak kawin, mandul, atau sebab-sebab yang lain.
Memperhatikan
perbedaan antara kematian dan le;ahiran seeperti tersebut di atas, memungkinkan
untuk melaksanakan dua macam pengukuran fertilitas yaitu fertilitas tahunan dan
pengukuran fertilitas kumulatif. Pengukuran fertilitas kumulatif adalah
mengukur jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan hingga
mengakhiri batas usia subur. Sedangkan pengukuran fertilitas tahunan (vital
rates) adalah mengukur jumlah kelahiran pada tahun tertentu dihubungkan
dengan jumlah penduduk yang mempunyai resiko untuk melahirkan pada tahun
tersebut.
Pengukuran fertilitas memiliki dua macam
pengukuran, yaitu pengukuran fertilitas tahunan dan pengukuran fertilitas
kumulatif. Pengukuran fertilitas tahunan (vital rates) adalah mengukur
jumlah kelahiran pada tahun tertentu yang dihubungkan dengan jumlah penduduk
yang mempunyai resiko untuk melahirkan pada tahun tersebut. Sedangkan
pengukuran fertilitas kumulatif adalah mengukur jumlah rata-rata anak yang
dilahirkan oleh seorang wanita hingga mengakhiri batas usia subur.
a.
Crude Birth Rate
(CBR)
Tingkat Kelahiran Kasar atau CBR merupakan jumlah
kelahiran setiap 1000 penduduk per tahun.
Rumus:CBR=B/Px1.000
Keterangan : B= jumlah seluruh kelahiran
Rumus:CBR=B/Px1.000
Keterangan : B= jumlah seluruh kelahiran
P= jumlah penduduk pada pertengahan tahun
1.000 = bilangan konstanta
Tingkat kelahiran ini dapat digolongkan dalam tiga tingkat kriteria sebagai berikut:
Tingkat kelahiran Golongan
> 30 Tinggi
20-30 Sedang
< 20 Rendah
Adapun kelemahan dalam perhitungan CBR yakni
tidak memisahkan penduduk laki-laki dan penduduk perempuan yang masih
kanak-kanak dan yang berumur 50 tahun ke atas. Jadi angka yang dihasilkan
sangat kasar. Sedangkan kelebihan dalam penggunaan ukuran CBR adalah
perhitungan ini sederhana, karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah
anak yang dilahirkan dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
b. General Fertility Rate (GFR)
Tingkat kelahiran umum atau GFR adalah banyaknya
kelahiran setiap 1000 penduduk wanita yang berada dalam periode usia produktif
(15-49 tahun) dalam kurun waktu setahun. Usia produktif adalah usia reproduksi
atau usia subur yang memungkinkan wanita untuk melahirkan.
Rumus: GFR=B/Pfx1000
Keterangan :
B=jumlah kelahiran selama setahun
Pf=jumlah penduduk wanita (berumur 15-49 tahun),
pertengahan tahun
1.000=bilangan konstanta
Kelemahan dari penggunaan ukuran GFR adalah
ukuran ini tidak membedakan kelompok umur, sehingga wanita yang berumur 40
tahun dianggap mempunyai resiko melahirkan yang sama besar dengan wanita yang
berumur 25 tahun. Namun kelebihan dari penggunaan ukuran ini ialah ukuran ini
cermat daripada CBR karena hanya memasukkan wanita yang berumur 15-49 tahun
atau sebagai penduduk yang “exposed to risk”.
c.
Age Spesific
Fertility Rate (ASFR)
Tingkat kelahiran menurut kelompok umur tertentu atau
ASFR adalah banyaknya kelahiran yang terjadi pada wanita dalam kelompok umur
tertentu dalam unsur reproduksi per 1000 wanita.
Rumus : ASFR=Bi/Pfix1000
Rumus : ASFR=Bi/Pfix1000
Keterangan:
Bi=banyaknya kelahiran dari wanita dalam kelompok umur tertentu selama setahun
Pfi=banyaknya penduduk wanita dalam kelompok umur tertentu yang sama pada pertengahan tahun.
1.000=bilangan konstanta
Berdasarkan dua kondisi di atas dapatlah disebutkan
beberapa masalah (terkait dengan SDM) sebagai berikut :
1) Jika fertilitas semakin meningkat maka akan menjadi
beban pemerintah dalam hal penyediaan aspek fisik misalnya fasilitas kesehatan
ketimbang aspek intelektual
2) Fertilitas meningkat maka pertumbuhan penduduk akan
semakin meningkat tinggi akibatnya bagi suatu negara berkembang akan menunjukan
korelasi negatif dengan tingkat kesejahteraan penduduknya.
3) Jika ASFR 20-24 terus meningkat maka akan berdampak kepada
investasi SDM yang semakin menurun.
Adapun kelebihan dari penggunaan ukuran ASFR antara
lain :
a. Ukuran lebih cermat dari GFR
karena sudah membagi penduduk yang “exposed to risk” ke dalam berbagai kelompok
umur.
b. Dengan ASFR dimungkinkan pembuatan
analisa perbedaan fertilitas (current fertility) menurut berbagai karakteristik
wanita.
c. Dengan ASFR dimungkinkan
dilakukannya studi fertilitas menurut kohor.
d. ASFR ini merupakan dasar untuk
perhitungan ukuran fertilitas dan reproduksi selanjutnya (TFR, GRR, dan NRR).
Namun dalam pengukuran ASFR masih terdapat beberapa
kelemahan diantaranya yaitu:
a. Ukuran ini membutuhkan data yang
terperinci yaitu banyaknya kelahiran untuk tiap kelompok umur sedangkan data
tersebut belum tentu ada di tiap negara/daerah, terutama negara yang sedang
berkembang. Jadi pada kenyataannya sukar sekali mendapatkan ukuran ASFR.
b. Tidak menunjukkan ukuran
fertilitas untuk keseluruhan wanita umur 15-49 tahun.
4. Tingkat Fertilitas menurut Urutan
Kelahiran (Birth Order Specific Fertility Rate)
Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat
penting untuk mengukur tinggi rendahnya fertilitas suatu negara. Kemungkinan
seorang istri menambah kelahiran tergantung pada jumlah anak yang telah
dilahirkannya. Seorang istri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah
mempunyai jumlah anak tertentu dan juga umur anak yang masih hidup.
BOSFR = Jumlah kelahiran urutan ke iJumlah wanita
umur 15-49 pertengahan tahun
atau
BOFR=BoiPf(15-49) x k
dimana:
BOSFR
= Tingkat Fertilitas menurut Urutan Kelahiran
Boi
= Jumlaha
kelahiran urutan ke 1
Pf (15-49) = Jumlah wanita umur 15-49 pertengahan
tahun
k
= Bilangan konstan
bernilai 1.000
d. Total Fertility Rate
(TFR)
Tingkat kelahiran total atau TFR adalah rata-rata
jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang wanita selama masa hidupnya (sampai
akhir masa reproduksinya).
Rumus: TFR=5x7/i=1 ASFR
Keterangan:
i=kelompok umur 5 tahunan (15-19, 20-24, dst)
i=kelompok umur 5 tahunan (15-19, 20-24, dst)
Tabel 1.1 Angka Fertilitas Total menurut
Provinsi 1971, 1980, 1985, 1990,
1991, 1994, 1998, dan 1999
|
||||||||
Provinsi
|
1971
|
1980
|
1985
|
1990
|
1991
|
1994
|
1998
|
1999
|
Nanggroe Aceh Darussalam
|
6
|
5
|
4,79
|
4
|
3,76
|
3,3
|
2,78
|
2,69
|
Sumatera Utara
|
7
|
6
|
5
|
4
|
4,17
|
3,88
|
3,08
|
3
|
Sumatera Barat
|
6,18
|
6
|
5
|
4
|
3,6
|
3,19
|
2,94
|
2,87
|
R i a u
|
5,94
|
5
|
5
|
4
|
n.a
|
3,1
|
2,85
|
2,77
|
J a m b i
|
6,39
|
6
|
4,62
|
4
|
n.a
|
2,97
|
2,87
|
2,8
|
Sumatera Selatan
|
6
|
6
|
4,78
|
4
|
3,43
|
2,87
|
2,78
|
2,71
|
B e n g k u l u
|
7
|
6
|
5
|
4
|
n.a
|
3,45
|
2,83
|
2,77
|
L a m p u n g
|
6
|
5,75
|
5
|
4
|
3,2
|
3,45
|
2,74
|
2,66
|
DKI Jakarta
|
5
|
3,99
|
3,25
|
2
|
2,14
|
1,9
|
2
|
2
|
Jawa Barat
|
6
|
5
|
4
|
3
|
3
|
3,17
|
2,61
|
2,55
|
Jawa Tengah
|
5,33
|
4,37
|
3,82
|
3
|
2,85
|
2,77
|
2,41
|
2,37
|
DI Yogyakarta
|
5
|
3
|
2,93
|
2
|
2,04
|
1,79
|
2
|
2
|
Jawa Timur
|
4,72
|
4
|
3,2
|
2
|
2
|
2,22
|
2,02
|
2,02
|
B a l i
|
6
|
4
|
3,09
|
2
|
2
|
2,14
|
2
|
2
|
Nusa Tenggara Barat
|
7
|
6,49
|
6
|
5
|
3,82
|
3,64
|
3,12
|
3,05
|
Nusa Tenggara Timur
|
6
|
5,54
|
5,12
|
5
|
n.a
|
3,87
|
3,15
|
3,06
|
Kalimantan Barat
|
6
|
5,52
|
4,98
|
4
|
3,94
|
3,34
|
2,92
|
2,81
|
Kalimantan Tengah
|
7
|
5,87
|
5
|
4
|
n.a
|
2,31
|
2,86
|
2,81
|
Kalimantan Selatan
|
5
|
5
|
3,74
|
3
|
2,7
|
2,33
|
2,58
|
2,53
|
Kalimantan Timur
|
5
|
5
|
4,16
|
3
|
n.a
|
3,21
|
2,6
|
2,55
|
Sulawesi Utara
|
6,79
|
5
|
4
|
3
|
2,25
|
2,62
|
2,38
|
2,36
|
Sulawesi Tengah
|
6,53
|
5,9
|
5
|
4
|
n.a
|
3,08
|
2,78
|
2,72
|
Sulawesi Selatan
|
6
|
5
|
4
|
4
|
3,01
|
2,92
|
2,7
|
2,65
|
Sulawesi Tenggara
|
6
|
5,82
|
5,66
|
5
|
n.a
|
3,5
|
3
|
2,87
|
M a l u k u
|
7
|
6
|
5,61
|
5
|
n.a
|
3,7
|
2,92
|
2,82
|
Papua
|
7
|
5
|
5
|
5
|
n.a
|
3,15
|
3,03
|
2,96
|
INDONESIA
|
6
|
5
|
4
|
3
|
3
|
2,85
|
2,65
|
2,59
|
Sumber : Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990 , Sensus
Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1985 , Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) 1991 dan 1994
|
F.
Ukuran-Ukuran Reproduksi
Ukuran reproduksi adalah ukuran yang berkenaan dengan
kemampuan suatu penduduk untuk menggantikan dirinya, sehingga yang diperhatikan
adalah bayi wanita saja.
a. Gross
Reproduction Rate (GRR)
adalah banyaknya wanita yang dilahirkan oleh suatu
kelompok wanita.
Rumus: GRR=100/203TFR
Keterangan:
Dengan asumsi bahwa ratio jenis kelamin waktu lahir adalah 103.
b. Net
Reproduction Rate (NRR)
adalah jumlah anak wanita yang masih hidup sampai ia
dapat melahirkan (menduduki tempat sebagai ibunya), yang diperhatikan adalah
anak wanita saja yang diperkirakan akan mencapai atau bisa mencapai usia
reproduksi.
d.
Child Woman Rate/ CWR
Perbandingan antara jumlah anak dibawah umur 5 tahun
dengan wanita usia reproduksi. Adapun rumus perhitungan CWR sebagai berikut.
CWR= P0-4P f(15-49) x k
Keterangan :
P0-4=
Jumlah anak dibawah usia 5 tahun
Pf(15-49) =
banyaknya wanita umur 15-49 tahun
Kelebihan pengukuran CWR adalah tidak usah membuat
pertanyaan khusus untuk mendapatkan data yang diperlukan, dan pengukuran ini
berguna untuk indikasi fertilitas di daerah kecil sebab di negara yang
registrasinya cukup baik pun, statistik kelahiran tidak ditabulasikan untuk
daerah yang kecil-kecil.
Kelemahannya yakni langsung dipengaruhi oleh
kekurangan pelaporan tentang anak, yang sering terjadi di negara sedang
berkembang. Walaupun kekurangan pelaporan juga terjadi di kelompok ibunya namun
secara relatif kekurangan pelaporan pada anak-anak jauh lebih besar. Selain itu
juga dipengaruhi oleh tingkat mortalitas, di mana tingkat mortalitas anakm
khususnya di bawah 1 tahun juga lebih besar dari orang tua, sehingga CWR selalu
lebih kecil daripada tingkat fertilitas yang seharusnya dan CWR tidak memperhitungkan
distribusi umur dari penduduk wanita.
Sumber :
Becker, Gary
S., “An Economic Analysis of Fertility” dalam Becker, Gary S., The Economic
Approach to Human Behaviour, The University of Chicago, 1976, pp. 171-194
Becker, Gary
S., A Treatise on the Family, Harvard University Press, London, England,
1981
Davis,
Kingsley & Judith Blake, Struktur Sosial dan Fertilitas (Social
structure and fertility: an analytical framework), Lembaga Kependudukan
UGM, Yogyakarta, 1974
Freedman,
Ronald, “Theories of fertility decline: a reappraisal” in Philip M. Hauser
(ed.), World
Lee, Ronald
D. & Rodolfo A. Bulatao, “The Demand for Children: A Critical Essay” dalam
Bulatao & Lee (Ed.), Determinants of Fertility in Developing Countries
Volume 1 Supply and Demand for Children, Academic Press, 1983, London
Hatmadji,
Sri Harjati. 2004. Dasar-dasar Demografi. Edisi 2004. Lembaga Demografi
Fakultas Ekonomi UI Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Jakarta
Ida Bagoes
Mantra. 2009. Demografi Umum. Edisi kedua. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Nerlove,
Mark, Economic growth and population: Perspective of the new home economics,
Agricultural Development Council, Inc, ADC Reprint Series, 1974 dikutip
dari Robinson & Harbison, Ibid, p.4
Population
and development, Syracuse University Press, New York, 1979.
Said Rusli.
1986. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES
Sri Rahayu
Sanusi,SKM,Mkes. Masalah Kependudukan Di Negara Indonesia. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Sumatera Utara
Robinson, Warren C.
& Sarah F. Harbison, Menuju Teori Fertilitas Terpadu (Toward a unified
theory of fertility), Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan UGM,
Yogyakarta, 1983
0 komentar:
Posting Komentar